Saudara-saudari, berbicara tentang penginjil yang paling berpengaruh di dunia modern, tidak bisa tidak orang akan berkata bahwa Billy Graham adalah orangnya. Pengaruh yang bersangkutan bukan hanya dalam lingkup gereja dan orang Kristen, namun sampai kepada para pemimpin negara-negara di dunia. Sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 2005, ia terlibat di hampir setiap acara pelantikan presiden Amerika Serikat, entah sebagai pengkhotbah di dalam ibadah sehubungan dengan pelantikan tersebut ataupun berdoa dalam acara pelantikan itu sendiri. Rekor ini belum terpecahkan oleh siapapun juga.
Apakah yang menjadi rahasia dari keberhasilannya? Di dalam majalah Christianity Today edisi Agustus tahun 1959 Billy Graham menulis di dalam artikelnya sebagai berikut: “Beberapa tahun yang lampau saya berada di Dallas, Texas, dan sekitar 30.000 sampai 40.000 orang menghadiri acara Kebaktian Kebangunan Rohani kami. Saya berkhotbah dan memberikan undangan untuk bertobat dan hampir tak seorang pun yang maju ke depan untuk memberikan respon terhadap undangan tersebut. Saya meninggalkan mimbar dengan merasa sedikit lemas dan bertanya-tanya di dalam hati apa yang telah terjadi. Seorang hamba Tuhan yang sudah senior dari Jerman memeluk saya dan berkata: “Billy, bolehkah saya mengatakan sesuatu kepadamu?” Saya jawab: “Ya.” Dia berkata: “Nak, malam hari ini engkau tidak memberitakan Salib Kristus. Khotbahmu bagus, namun engkau tidak memberitakan tentang Salib Kristus.” Saya pergi ke kamar saya dan menangis. Saya berkata: “Oh, Tuhan, tolonglah aku, tidak akan ada lagi khotbah yang akan aku khotbahkan tanpa Salib Kristus menjadi intinya.” Sekarang, ada banyak misteri di dalam Penebusan Kristus, dan saya tidak mengerti seluruh cahaya yang bersumber dari Salib Kristus. Namun meninggikan Salib Kristus merupakan rahasia dari khotbah penginjilan.”
Saudara-saudari, nampaknya kerendahan hatinya dan komitmennya terhadap panggilan Tuhan untuk memberitakan kasih karunia Tuhan di dalam pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib itulah yang menjadi rahasia keberhasilan dan kebesaran pengaruh pelayanan Billy Graham. Walaupun saat sekarang ia bukan satu-satunya penginjil yang pernah berkhotbah di hadapan lebih dari sejuta orang, bahkan ada beberapa penginjil yang pernah berkhotbah di hadapan kerumunan orang yang lebih besar dari itu, namun tak seorang pun di antara mereka yang memiliki dampak sebesar Billy Graham. Bukan berarti orang lain tak memiliki kerendahan hati dan komitmen seperti Billy Graham, namun puluhan tahun yang telah ia lewati dalam kualitas kehidupan yang semulia itu membuat dirinya telah menjadi legenda dalam kepemimpinan Kristen.
Saudara-saudari, kualitas kehidupan yang semacam itu pulalah yang dapat kita temukan di dalam diri Yohanes Pembaptis, sehingga Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa di antara mereka yang dilahirkan di dunia tak seorang pun yang lebih besar dari pada Yohanes. Kualitas kehidupan ini dapat kita lihat dari percakapan antara Yohanes Pembaptis dengan para utusan pemimpin Yahudi di Yerusalem yang ingin mengetahui siapakah Yohanes yang sesungguhnya. Percakapan ini dicatat di dalam Yohanes 1:19-28 sebagai berikut.
Yohanes 1:19-28
19 Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: "Siapakah engkau?" 20 Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: "Aku bukan Mesias." 21 Lalu mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?" Dan ia menjawab: "Bukan!" 22 Maka kata mereka kepadanya: "Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?" 23 Jawabnya: "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya." 24 Dan di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi. 25 Mereka bertanya kepadanya, katanya: "Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?" 26 Yohanes menjawab mereka, katanya: "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, 27 yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." 28 Hal itu terjadi di Betania yang di seberang sungai Yordan, di mana Yohanes membaptis.
I. Mengenal panggilan Tuhan
Apabila kita baca secara sepintas, catatan tanya jawab antara Yohanes Pembaptis dengan orang-orang yang mempertanyakan tentang siapa dirinya di dalam Injil Yohanes ini sama dengan catatan tentang hal yang sama di dalam Injil Lukas 3. Namun apabila kita perhatikan dengan lebih seksama nampak bahwa keduanya memiliki konteks yang berbeda. Apabila di dalam Injil Lukas dicatat penjelasan Yohanes terhadap pertanyaan di dalam hati orang banyak kalau-kalau ia adalah Mesias, maka di dalam Injil Matius dicatat jawaban Yohanes terhadap utusan para pemimpin Yahudi di Yerusalem yang datang kepadanya untuk mempertanyakan siapakah dirinya sesungguhnya dan mengapa ia melakukan pembaptisan air sebagaimana yang ia kerjakan.
Terhadap para imam dan orang Lewi, salah satu suku dari kedua belas suku Israel yang dikhususkan untuk melayani Tuhan, yang diutus untuk menjumpai dirinya tersebut Yohanes menjawab bahwa ia bukanlah Mesias, bukan pula Elia dan juga bukan seorang nabi yang akan datang. Mereka mempertanyakan apakah Yohanes adalah Sang Mesias sebab berita yang ia sampaikan bahwa kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat membangkitkan harapan banyak orang bahwa Yohanes adalah Sang Mesias yang datang untuk memulihkan kerajaan Israel. Yohanes mengetahui bahwa dirinya diutus bukan untuk memulihkan Israel, namun untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias. Oleh karena itu ia berkata bahwa ia bukan Mesias seperti yang disangkakan orang.
Mereka mempertanyakan apakah Yohanes adalah Elia sebab orang Yahudi mengharapkan Elia akan datang kembali sebelum kedatangan Mesias. Harapan ini didasarkan kepada kenyataan bahwa Elia tidak mengalami kematian namun diangkat ke sorga hidup-hidup sebagaimana yang dicatat di dalam kitab 2Raja-raja 2. Yohanes menjawab bahwa ia bukanlah Elia seperti yang mereka sangkakan. Memang Tuhan Yesus sendiri di dalam Matius 11:14 berkata bahwa Yohanes adalah Elia yang dijanjikan oleh Tuhan, namun dengan mengacu kepada pesan malaikat Gabriel kepada Zakharia maka yang dimaksudkan Elia oleh Tuhan Yesus di sini bukanlah Elia yang pernah hidup di masa lampau itu yang kembali ke bumi, tetapi seseorang yang dipakai Tuhan dengan kuasa yang sama seperti yang pernah Tuhan berikan kepada Elia di zaman dahulu.
Mereka juga mempertanyakan apakah Yohanes adalah nabi yang akan datang, yaitu nabi Elia yang di dalam Maleakhi 4:5 dikatakan akan datang menjelang hari penghakiman Tuhan. Tentu saja Yohanes bukanlah nabi tersebut, sebab ia datang bukan untuk mengumumkan tentang datangnya hari penghakiman yang akan terjadi di zaman akhir nanti. Itu sebabnya ia menjawab bahwa ia bukan nabi yang mereka pertanyakan.
Dari jawaban-jawaban Yohanes tersebut nampak jelas bahwa Yohanes Pembaptis mengetahui apa panggilan Tuhan bagi dirinya. Ia mengetahui bahwa dirinya bukan dipanggil untuk menjadi Mesias, maupun bukan untuk mengumumkan tentang kedatangan hari penghakiman Tuhan, tetapi untuk mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias. Dengan kata lain, mengetahui panggilan hidup seperti Yohanes merupakan ciri pertama dari seorang pelayan Tuhan yang besar di mata Allah.
II. Mengenal siapa yang dilayani
Lebih jaub lagi Yohanes berkata tentang siapakah Mesias yang sesungguhnya, yaitu Dia yang datang sesudah dirinya. Memang apabila kita melihat ayat-ayat selanjutnya dari Yohanes 1:28 kita melihat bagaimana Yohanes menunjukkan kepada orang banyak maupun kepada para muridnya bahwa Yesuslah Mesias yang sebenarnya. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa Yohanes mengenal siapa pribadi yang ia layani, dalam hal ini yaitu dengan mempersiapkan kedatangan-Nya.
Saudara-saudari, kehidupan Yohanes memberi pelajaran penting bagi kita bahwa ciri yang kedua dari seorang pelayan Tuhan yang besar di mata Allah adalah seorang yang mengenal siapa yang ia layani. Tak jarang seorang pelayan Tuhan sibuk dengan berbagai aktifitas pelayanan, siang malam sibuk menyusun dan mengerjakan program pelayanan namun sesungguhnya dirinya sendiri tidak mengenal siapakah Tuhan yang ia layani.
Mengenal di sini bukan sekedar dalam arti memiliki pengetahuan tentang siapa Tuhan, tetapi memiliki jalinan hubungan yang akrab dengan Tuhan. Mengetahui seseorang dalam pemikiran tak dengan sendirinya berarti yang bersangkutan memiliki jalinan hubungan yang akrab dengan orang tersebut. Kita mengetahui siapa presiden Amerika Serikat saat ini, bahkan mungkin dapat menceritakan riwayat hidupnya dengan lancar di luar kepala, namun bukan berarti dengan demikian kita pasti pernah berjumpa dan bergaul akrab dengan yang bersangkutan.
III. Mengenal statusnya di hadapan Tuhan
Yohanes Pembaptis berkata kepada para utusan pemimpin orang Yahudi yang menemui dirinya bahwa dirinya sama sekali tidak berarti di hadapan Sang Mesias yang ia layani. Ia katakan bahkan untuk membuka tali kasut-Nya pun ia tidak layak. Pada zaman itu tugas membuka tali kasut adalah tugas seorang hamba terhadap tuannya. Berarti Yohanes menyadari status dirinya yang sebenarnya di hadapan Tuhan, yaitu hanyalah seorang hamba yang kecil saja. Mengenal status diri yang sebenarnya di hadapan Tuhan yang membuat orang hidup di dalam kerendahan hati seperti inilah yang menjadi ciri yang ketiga dari seorang pelayan Tuhan yang besar di mata Allah.
Seorang pelayan Tuhan yang besar justru merasa dirinya kecil di hadapan Tuhan. Sedangkan seorang pelayan Tuhan yang merasa dirinya besar di hadapan Tuhan, bahkan memperlakukan dirinya sebagai seorang tuan di hadapan Tuhan sesungguhnya bukanlah seorang pelayan Tuhan. Tuhan sendiri yang berkata bahwa Ia meninggikan orang yang rendah hatinya namun merendahkan orang yang meninggikan dirinya.
Saudara-saudari, dengan memperhatikan kehidupan Yohanes Pembaptis dan kualitas kehidupan yang ada dalam dirinya yang menjadikan dia seorang yang besar, kita dapat menyimpulkan bahwa kebesaran diri seseorang tidaklah tergantung kepada latar belakang dirinya. Dilahirkan dalam keluarga yang kaya raya tidak dengan sendirinya membuat seseorang menjadi pribadi yang besar. Artinya, semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi orang yang besar. Artinya siapapun dan bagaimanapun latar belakang kita, selama kita mengenal panggilan hidup, mengenal siapa yang kita layani dan mengenal status diri kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan, kita akan dipandang Tuhan sebagai pribadi yang besar di hadapan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar