Sejarah mencatat pada suatu hari di tahun 1903 ketika berjalan-jalan di taman dalam istana Kremlin, Tzar Nicholas II yang memerintah negeri Rusia melihat seorang tentara pengawal berdiri tegak dalam keadaan siaga di sudut yang agak tersembunyi pada taman di istananya tersebut. Keberadaan pengawal ini menarik perhatiannya. Oleh karena itu ia mendatangi yang bersangkutan dan bertanya: “Prajurit, apa yang engkau jaga?” Prajurit itu pun menjawab: “Saya tidak tahu apa yang saya jaga. Kapten saya memerintahkan saya untuk berada di pos jaga ini.
Kapten pengawal istana Kremlin pun dipanggil untuk menghadap Tzar Nicholas. Ketika ditanya alasan mengapa ia memerintahkan prajurit pengawal tersebut berjaga-jaga di sudut taman yang tersembunyi, si kapten menjawab: “Peraturan tertulis menyatakan bahwa seorang penjaga harus ditugaskan untuk berjaga di tempat tersebut.“
Mendengar jawaban tersebut Tzar Nicholas memerintahkan agar dilakukan penyelidikan mengapa terdapat peraturan tersebut, mengingat bahwa tempat dimana prajurit pengawal itu berjaga-jaga adalah sebuah sudut yang sepi dan tersembunyi dalam taman. Tak seorang pun dapat menjawab mengapa peraturan tersebut menetapkan seperti demikian. Arsip-arsip dalam perpustakaan istana pun dipelajari dan jawaban pun diperoleh.
Ternyata pada tahun 1776, ratu Rusia yang bernama Catherine yang Agung menanam serumpun pohon bunga mawar di sudut taman tersebut. Agar tak ada orang yang menginjak pohon bunga mawar itu, maka sang ratu telah memerintahkan agar seorang penjaga ditempatkan di sudut tersebut. Lebih dari dua ratus tahun sesudah sang ratu wafat, seorang penjaga tetap juga mengawal pohon bunga mawar yang sudah tidak ada lagi di sudut taman itu.
Hal ini menunjukkan bahwa memang perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya. Perubahan hanya akan terjadi bila orang mengambil langkah untuk berubah. Beratus-ratus tahun akan berlalu tanpa ada perubahan terhadap peraturan yang dibuat oleh ratu Catherine. Walaupun bunga mawar yang ia tanam sudah tidak ada lagi, orang akan terus menempatkan penjaga di sana. Hanya bila orang bertindak untuk melakukan perubahan barulah perubahan akan terjadi.
Hal ini juga berlaku dalam hal perubahan kehidupan manusia. Dua ribu tahun yang lampau Yesus datang ke dunia untuk mengubah kehidupan manusia dari kehidupan yang sia-sia dan tidak produktif menjadi hidup yang penuh dengan makna. Namun perubahan tersebut tak akan terjadi dengan sendirinya. Hanya bila orang bersedia menyambut uluran kasih karunia Tuhan dan mengambil langkah iman sesuai dengan yang Yesus janjikan, barulah perubahan kepada kehidupan yang bermakna itu akan ia alami. Apa yang Ia katakan untuk menyembuhkan seorang yang lumpuh di kolam Betesda sebagaimana yang dicatat di dalam Yohanes 5:1-9 menegaskan hal ini.
Yohanes 5:1-9
1 Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. 2 Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya 3 dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. 4 Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. 5 Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. 6 Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh? 7 Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." 8 Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." 9 Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat
I. Diperlukan kesediaan untuk berubah
Yesus mengakhiri perjalanan pelayanan-Nya menjelajah wilayah Galilea yang pertama kali dengan pergi ke kota Yerusalem untuk merayakan hari raya di sana. Patut diduga bahwa ini merupakan perayaan Paskah, sebab merupakan kebiasaan orang tua Yesus, penduduk Israel pada zaman itu dan diri-Nya sendiri untuk merayakan Paskah di Yerusalem.
Di hari Sabat dalam masa perayaan tersebut Ia berjalan menuju ke kolam Betesda yang terletak dekat Pintu Gerbang Domba. Serambi-sermabi yang terletak dekat kolam tersebut dipenuhi oleh orang sakit yang menantikan kesembuhan, sebab menurut kepercayaan orang di waktu itu sewaktu-waktu turun malaikat mengoncangkan air kolam Betesda, dan barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalam kolam saat goncangan terjadi yang bersangkutan akan sembuh dari penyakitnya.
Yesus melihat di sana seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun berada dalam keadaan lumpuh. Kepada yang bersangkutan Yesus bertanya: “Maukah engkau sembuh?” Sekilas pertanyaan ini terasa sangat ganjil, sebab ia diajukan kepada seorang yang sakit yang tentu mengharapkan kesembuhan. Namun kita perlu menyadari bahwa tidak semua orang yang sakit menginginkan kesembuhan, sama seperti tak semua orang yang berdosa menginginkan terbebas dari dosanya.
Bisa saja si orang lumpuh itu merasa nyaman dengan tiga puluh delapan tahun yang ia lewati sebagai seorang yang tak berdaya. Sebab selama itu ia tak usah bekerja namun hidup dilayani oleh orang lain. Sedangkan bila ia sembuh dan dapat berjalan kembali, maka ia harus bekerja dan tak lagi dilayani orang lain. Itu sebabnya Yesus bertanya kepadanya “Maukah engkau sembuh?” Pertanyaan ini mengandung arti, “Maukah engkau berubah? Berubah yaitu bersedia untuk bertanggungjawab atas hidupmu?” Ya, Perubahan hidup hanya akan terjadi bila orang menanggapi anugerah Tuhan dengan kesediaan untuk berubah. Berarti, untuk berubah pertama-tama harus terlebih dahulu bersedia untuk berubah.
II. Diperlukan kesediaan untuk tidak menyalahkan lingkungan
Terhadap pertanyaan Yesus ini si orang lumpuh tersebut bukan menjawab ya atau tidak, walaupun sesungguhnya pertanyaan itu hanya memiliki dua pilihan jawaban yaitu ya atau tidak. Sebaliknya si orang yang dalam keadaan tak berdaya ini malahan mengungkapkan alasan mengapa ia berada dalam keadaan lumpuh selama wakyu yang sedemikian lama, tiga puluh delapan tahun. Ia berkata: “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku."
Artinya ia menyalahkan lingkungannya. Ia menyalahkan orang-orang lain yang tak menolong dirinya dengan membawa ia ke kolam Betasda saat air kolam itu bergoncang. Justru sebaliknya orang saling berebut untuk menjadi yang terdahulu masuk ke dalam kolam itu, sebab kesempatan untuk mengalami kesembuhan hanya diberikan kepada satu orang saja, yaitu yang paling dahulu masuk ke dalamnya. Memang suasana persaingan oleh karena ingin mendahulukan kepentingan diri sendiri tentu sangat terasa di kolam tersebut. Orang akan berupaya mencegah orang lain mendahului dirinya, supaya dengan demikian ialah yang mengalami kesembuhan. Tak heran bila hati orang yang sudah tiga puluh delapan tahun dalam keadaan tak berdaya ini dipenuhi dengan rasa kepahitan.
Menanggapi keluhan si orang lumpuh ini Yesus berkata: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Artinya Yesus memerintahkan orang tersebut berhenti mengeluh, menyalahkan lingkungan maupun orang lain atas kondisi yang ia hadapi. Itulah sikap kedua yang mengakibatkan orang akan mengalami anugerah Tuhan yang mengubahkan, berhenti menyalahkan lingkungan dan bersedia untuk bertanggungjawab atas keberadaan dirinya. Sama halnya dengan seorang berdosa ingin berubah. Ia harus berhenti mempersalahkan orang lain atas keberdosaan dirinya. Yang ia perlu lakukan adalah bersikap bertanggungjawab atas keadaan dirinya dengan mengakui dosanya kepada Tuhan. Hanya dengan demikan barulah perubahan akan ia alami.
III. Diperlukan kesediaan untuk bertindak mengambil langkah
Sikap bertanggungjawab dan tak menyalahkan lingkungan ini diperlukan sebab seseorang yang ingin mengalami perubahan haruslah bersedia untuk bertindak dan mengambil langkah. Itulah yang Yesus maksudkan terhadap orang lumpuh itu saat ia berkata: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Perintah ini tidak Ia sampaikan kepada seorang yang sehat yang sedang berbaring dalam keadaan beristirahat. Ia menyampaikan perintah ini kepada seorang yang lumpuh dan tak pernah berjalan sendiri selama tiga puluh delapan tahun! Langkah iman menuntut kepercayaan terhadap firman Tuhan dan kesediaan untuk mengambil langkah sebagai wujud dari iman tersebut. Ituklah sikap hati yang ketiga yang membuka pintu perubahan dalam kehidupan.
Hal ini mengingatkan saya kepada kisah seorang raja yang menyelenggarakan sayembara untuk menentukan siapa pemuda yang pantas menjadi suami dari putrinya yang cantik jelita. Raja menetapkan pemuda yang berani berenang menyeberangi sungai yang penuh dengan buaya dekat istananyalah yang berhak mempersunting putrinya. Pada hari sayembara diselenggarakan orang berjejal-jejal di sepanjang sungai, tapi tak seorang pun yang berani berenang menyeberanginya. Mendadak seorang pemuda menceburkan diri ke dalam sungai, berenang sekuat tenaga dan tiba di seberang sunagi dengan selamat. Semua orang mengelu-elukan keberanian pemuda yang menjadi pemenang dalam sayembara ini. Namun si pemuda berkata: “Sebentar-sebentar. Saya ingin tahu, siapa yang tadi mendorong aku dari belakang sehingga ku tercebur ke dalam sungai ini?”
Tentu, bila si pemuda ini tadi berenang menyeberangi sungai penuh buaya hal itu bukan karena keberaniannya. Bila ia sungguh-sungguh seorang yang pemberani, ia perlu mengambil langkah untuk menceburkan diri ke dalam sungai bukan karena didorong orang lain di luar yang dikehendakinya. Demikian juga dengan langkah iman yang membawa perubahan. Orang harus bersedia untuk bertindak mengambil langkah dalam kesadaran sebagai wujud dari imannya.
Itulah yang dialami si orang lumpuh di kolam Betesda ini. Karena bersedia mengambil langkah menaati apa yang Yesus firmankan, yaitu bangun dari tilamnya, maka saat itu juga sembuhlah orang tersebut dari kelumpuhannya. Itulah sikap hati yang ketiga yang membuka pintu bagi dirinya untuk mengalami mujizat yang Yesus anugerahkan. Bersedia untuk bertindak mengambil langkah karena mempercayai apa yang Tuhan katakan.
Langkah iman yang ia ambil inilah yang mengakibatkan dirinya dapat mengangkat tilamnya dan berjalan. Langkah iman yang lahir dari kesediaan untuk berubah dan hidup bertanggungjawab inilah yang mengakibatkan dirinya mengalami kuasa Tuhan yang mengubah hidupnya. Sikap hati yang benar dalam menanggapi anugerah Tuhan inilah yang mengakibatkan dirinya mengalami perubahan, yaitu dari hidup yang sia-sia dan tak produktif menjadi hidup yang penuh dengan makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar