Bagaimana kita dapat mengenali apakah pohon mangga yang ada di hadapan kita adalah sebatang pohon yang baik atau tidak? Kalau pun orang mempromosikan bahwa pohon mangga itu adalah pohon yang baik, promosi itu tak akan menjamin bahwa pohon itu pasti baik. Bahkan kalau semisalkan pohon mangga itu dapat berbicara serta berkata: "Aku adalah pohon mangga yang bagus," pengakuan si pohon mangga itu juga tidak dapat menjadi jaminan yang bersifat pasti. Langkah yang tersederhana dan terakurat untuk mengetahui apakah pohon mangga yang di depan kita pohon yang baik atau tidak adalah dengan mencicipi buah yang dihasilkannya. Kalau buah mangga yang dihasilkan pohon itu terasa manis dan enak, pastilah ia pohon yang baik. Sebaliknya bila buah yang dihasilkan terasa masam tak usah diperdebatkan lagi pasti ia adalah pohon yang tak baik. Dengan kata lain buah merupakan bukti dari kualitas yang tak nampak secara langsung bila kita ingin melihatnya pada batang pohon.
Itulah yang dikatakan oleh Yohanes tentang bukti pertobatan dalam diri seseorang. Tidaklah mudah untuk mengetahui apakah seseorang sungguh-sungguh sudah bertobat hanya dengan menilik dari apa yang ia katakan ataupun lakukan sesaat. Hanya dengan menilik buah pertobatan, yaitu produk kehidupannyalah kita dapat mengambil kesimpulan yang lebih tepat tentang kesungguhan pertobatan yang bersangkutan. Sebagaimana dengan buah sebatang pohon tak dihasilkan secara instant, namun memerlukan waktu yang relatif cukup panjang dari sejak pohon itu ditanam, demikian juga dengan buah kehidupan yang menjadi pertanda dari pertobatan. Kita tak dapat mengandalkan pengakuan maupun tindakan sesaat sebagai bukti dari pertobatan seseorang.
Pernyataan Yohanes Pembaptis tentang pentingnya buah pertobatan ini ditulis di dalam Lukas 3:3, 7-18 sebagai berikut.
Lukas 3:3, 7-14
3 Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu. 7 Lalu ia berkata kepada orang banyak yang datang kepadanya untuk dibaptis, katanya: "Hai kamu keturunan ular beludak! Siapakah yang mengatakan kepada kamu melarikan diri dari murka yang akan datang? 8 Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! 9 Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api." 10 Orang banyak bertanya kepadanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat? 11 Jawabnya: "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian. 12 Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" 13 Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." 14 Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu."
I. Makna pertobatan
Untuk mempersiapkan pelayanan Sang Mesias yang akan datang sesudah dirinya pesan yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis kepada masyarakat sangat ringkas dan praktis. Pesan itu pada intinya ada tiga pokok. Yang pertama yaitu orang harus bertobat. Kedua, orang yang bertobat harus memberikan diri untuk dibaptis sebagai pernyataan dari keputusan pertobatan yang telah diambil. Ketiga langkah pertobatan tersebut akan mendatangkan pengampunan Tuhan bagi yang bersangkutan.
Berarti kata kunci dari pesan yang ia sampaikan adalah pertobatan. Sebab tanpa pertobatan maka baptisan tidak akan memiliki makna, dan tanpa pertobatan tidak akan ada pengampunan dosa. Dalam hal ini Yohanes menggunakan kata metanoia sebagai inti dari pesan yang ia sampaikan, kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai bertobat.
Kata metanoia ini secara harafiah berarti perubahan pikiran. Penggunaan kata nous yang berarti pikiran di dalam kata metanoia menunjukkan pentingnya aspek kesadaran dan pemahaman di dalam pertobatan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini mencakup antara lain kesadaran dan pemahaman bahwa dosa merupakan keadaan yang tak selaras dengan kehendak Tuhan, serta kesadaran dan pemahaman bahwa yang bersangkutan telah hidup bertentangan dengan kehendak Tuhan, karena itu ia harus meninggalkan pola hidup yang berdosa tersebut dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kesadaran akan keberdosaan dirinya inilah yang akan menumbuhkan perasaan penyesalan di dalam hati yang bersangkutan. Rasa sesal karena telah berdosa terhadap Tuhan. Perasaan penyesalan yang membawa rasa sedih terhadap keberdosaan yang selama ini ia hidupi. Inilah sesal dan duka yang mewarnai pertobatan.
II. Bukti pertobatan
Namun pertobatan tidak dapat disebut sebagai pertobatan apabila itu hanya sampai kepada pemahaman serta penyesalan. Memang kesadaran dan rasa duka karena dosa itu sangat penting, namun Yohanes Pembaptis dengan tegas mengatakan bahwa diperlukan tindakan-tindakan nyata yang merupakan wujud dari keputusan di dalam pertobatan. Tindakan-tindakan inilah yang disebutnya sebagai buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dengan kata lain, sebagaimana buah merupakan bukti dari kualitas sebatang pohon, demikian juga tindakan-tindakan yang merupakan produk dari pertobatan merupakan bukti apakah seseorang sungguh-sungguh bertobat atau tidak.
Di dalam menyampaikan pesan pertobatan ini Yohanes Pembaptis bersikap tidak pandang bulu. Baik kepada para pemuka agama di masa itu, maupun kepada orang kaya, juga kepada pemungut cukai dan prajurit yang datang kepadanya Yohanes menyampaikan pesan yang sama, yaitu bahwa mereka harus bertobat dan menunjukkan pertobatan tersebut dalam buah-buah kehidupan yang selaras dengan pertobatan itu.
Terhadap para pemuka agama Yahudi yang ia sebut sebagai ular beludak dan yang menggangap diri mereka istimewa sebab mereka adalah keturunan Abraham, Yohanes berkata bahwa keberadaan diri sebagai keturunan Abraham tidak akan dengan sendirinya membuat mereka terlepas dari murka Tuhan. Mereka harus meninggalkan kemunafikan dan hidup dalam kehidupan yang menunjukkan buah pertobatan.
Pesan ini di masa sekarang dapat disejajarkan dengan peringatan bahwa seseorang yang beragama Kristen karena sekedar ia dibesarkan dalam keluarga Kristen tidak dengan sendirinya menjamin dirinya akan bebas dari hukuman Tuhan. Kenyataan bahwa ia adalah seorang yang dilahirkan dalam keluarga Kristen sehingga secara alamiah ia beragama Kristen, duduk di dalam kepengurusan gereja bahkan menjadi seorang rohaniwan pun tidak menjamin dirinya akan terlepas dari murka Tuhan kecuali ia bertobat.
Terhadap orang yang kaya Yohanes menegaskan bahwa mereka harus menghasilkan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa mereka tak lagi hidup hanya memikirkan kenikmatan diri sendiri. Sebaliknya dari hidup terikat kepada kekayaan, mereka harus hidup mengasihi sesama dengan rela membagi apa yang dimilikinya kepada orang lain yang menderita. Terhadap pemungut cukai yang telah menghisap keuntungan di atas penderitaan rakyat Yohanes mengatakan bahwa mereka harus meninggalkan praktek penipuan dan pemerasan yang selama ini telah mereka kerjakan. Terhadap para prajurit Yohanes tanpa tedeng aling-aling memperingatkan agar mereka tak lagi merampas hak rakyat namun hidup dengan apa yang memang merupakan haknya. Semua ini merupakan buah pertobatan yang menjadi bukti dari kesungguhan pertobatan mereka.
III. Pentingnya buah pertobatan
Mengapa buah pertobatan ini diperlukan? Bukankah Tuhan dapat melihat hati manusia tanpa harus melihat tindakan yang mereka buat? Bukahkah tak jarang perbuatan manusia tidak sesuai dengan hatinya, seperti orang yang memberi sedekah walaupun sebenarnya hati yang bersangkutan tak rela memberikan yang ia berikan?
Buah pertobatan ini penting sebab pertobatan haruslah menyangkut keseluruhan diri untuk meninggalkan dosa. Keseluruhan diri, baik secara intelektual yaitu dalam bentuk kesadaran dan pemahaman akan dosa; emosional yaitu dalam bentuk penyesalan dan duka karena dosa; dan tindakan oleh dorongan kehendak meninggalkan dosa. Ketiga kapasitas dalam diri manusia, intelek, emosi dan kehendak harus terlibat di dalamnya. Baru dengan demikian pertobatan tersebut akan menjadi pertobatan yang bersifat total.
Memang Tuhan dapat menguji hati manusia tanpa harus melihat apa yang ia perbuat, namun kita sebagai manusia tak dapat menguji diri kita sendiri tanpa melihat apa yang kita lakukan. Dengan kata lain, buah-buah pertobatan yang kita hasilkan sangatlah penting untuk meneguhkan diri kita sendiri. Dengan demikian kita akan dapat mengukur sejauh apa keseriusan kita di dalam membuat keputusan untuk meninggalkan dosa dan hidup selaras dengan kehendak Tuhan.
Di samping itu buah pertobatan yang kita hasilkan akan menjadi kesaksian bagi orang lain, sehingga dengan demikian bukan saja buah pertobatan tersebut merupakan bentuk yang nyata dan alamiah dari hidup yang meninggalkan dosa, ia juga menjadi sarana untuk membuka hati orang lain untuk datang kepada pertobatan yang sama. Perbedaan pola hidup kita sebelum dan sesudah bertobat akan membuat orang bertanya di dalam hati: “Apa yang telah menbuat orang ini berubah? Kalau dahulu ia suka berkata-kata yang kasar terhadap istrinya, mengapa sekarang tidak lagi begitu? Kalau dahulu ia sangat egois mengapa sekarang tidak lagi demikian?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan membuka hati bagi yang bersangkutan untuk mengalami anugerah Tuhan yang membaharui hidup seperti yang telah kita alami.
Saudara-saudari, dengan demikian berarti bila kita menginginkan hari-hari yang kita lalui merupakan hari-hari yang produktif penting bagi kita untuk senantiasa memelihara hati yang terus menerus semangat pertobatan. Dengan demikian hidup kita akan senantiasa menghasilkan buah pertobatan. Dengan begitu perilaku kehidupan kita sehari-hari akan selaras dengan keputusan pertobatan yang telah kita buat. Bukan saja hal ini akan menyehatkan jiwa kita, yaitu intelek, emosi dan kehendak kita, tetapi tentu saja akan menyehatkan rohani kita, dan yang pada gilirannya akan menyehatkan relasi kita dengan sesama. Bukankah kesehatan rohani, jiwani dan sosial itu yang membuat hidup kita bermakna? Berarti dengan senantiasa menghasilkan buah pertobatan kita membangun kehidupan yang semakin bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar