MEMBANGUN MASA REMAJA YANG SEHAT


Pada tahun 1986 saya mengikuti sebuah acara yang berjudul Basic Youth Conflicts Seminar, atau Seminar Dasar Konflik-konflik Kaum Muda, di Long Beach, California. Seminar dengan pembicara tunggal, yaitu Bill Gothard ini berlangsung selama enam hari, Senin sampai Sabtu, dari sore sampai malam, kecuali pada hari Sabtu seminar berlangsung sepanjang hari. Saat memasuki Long Beach Convention Center, tempat dimana acara itu dilangsungkan, saya sungguh terkagum-kagum menyaksikan bahwa seminar ini ternyata diikuti oleh sekitar dua puluh ribu orang. Kekaguman saya adalah karena di satu sisi saya belum pernah mengikuti sebuah seminar yang sepanjang enam hari dengan pembicara tunggal dan dengan jumlah peserta yang sebanyak itu. Di sisi yang lain karena seminar ini diselenggarakan tanpa iklan ataupun bentuk publikasi lainnya. Dengan kata lain para peserta yang sebanyak itu datang semata-mata hanya karena promosi mulut ke mulut dari para peserta seminar sebelumnya. Sungguh luar biasa.


Yang membuat saya merasa lebih terheran-heran lagi adalah, ketika saya berkenalan dengan para peserta yang duduk di kanan kiri saya, sebagian dari mereka telah mengikuti seminar ini lebih dari dua kali. Bahkan ada yang sudah mengikutinya tujuh kali, dengan materi seminar yang sama. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh dari seminar yang membahas tentang nasihat-nasihat di dalam Alkitab untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar dari kaum remaja ini.

Memang di kemudian hari saya mengetahui bahwa ada juga orang yang tidak sepenuhnya menyetujui isi seminar yang dibawakan oleh Bill Gothard ini. Namun sulit bagi siapapun juga untuk membantah premise dasar atau pokok pikiran yang mendasari isi seminar yang ia bawakan, yaitu “masalah orang dewasa adalah masalah di saat remaja yang belum diselesaikan”. Ini merupakan suatu realita. Tak sedikit masalah rumah tangga terjadi karena si suami atau istri memiliki persoalan di masa remajanya yang belum terbereskan. Sebagai contoh, persoalan citra diri di masa remaja yang belum dituntaskan, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan sulit menerima dirinya sendiri, dapat berbuah dalam bentuk konflik rumah tangga saat orang itu sudah beristri atau bersuami.

Dengan kata lain, membangun kehidupan remaja yang sehat sangatlah penting. Dengan berhasil membangun masa remaja yang sehat berarti kita sudah berhasil mencegah munculnya sebagian besar persoalan hidup di usia dewasa. Tentang hal ini kita dapat melihat pola hidup Yesus Kristus di saat Ia berusia remaja sebagai teladan dan acuan. Pola hidup yang ditulis secara ringkas di dalam Lukas 2:41-51 sebagai berikut.


Lukas 2:41-51

41 Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. 42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43 Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. 44 Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. 45 Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. 46 Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. 48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau." 49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" 50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.


I. Mengenal identitas diri yang benar

Saudara-saudari, di dalam Lukas 2:41-42 dicatat bahwa sebagai penganut agama Yahudi yang taat, setiap tahun Yusuf dan Maria melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan Paskah di sana sesuai dengan ketentuan hukum Taurat. Dan di saat Yesus berusia dua belas tahun mereka membawa Dia serta. Usia dua belas tahun memiliki tempat yang istimewa bagi anak-anak Yahudi, sebab di dalam tradisi Yahudi apabila seorang anak telah berusia lewat dari dua belas tahun maka ia dianggap telah memasuki masa dewasa, dan harus bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya sendiri. Sebagai tanda kedewasaan mereka akan mengikuti acara bar mitzvah, yang artinya “anak perjanjian.” Upacara ini menandaskan bahwa sejak saat itu mereka harus mengamalkan perjanjian Tuhan, yaitu hukum Taurat dengan penuh tanggungjawab sebagaimana layaknya seorang dewasa.

Pada saat Yesus berusia dua belas tahun, Raja Herodes Arkhelaus yang karena kekejamannya, seperti yang dicatat di dalam Matius 2:22-23, telah membuat Yusuf dari pengungsiannya di Mesir urung kembali ke Bethlehem tetapi justru pindah ke Nasaret tidak lagi memerintah atas wilayah Yudea. Pada tahun 6 M, berdasarkan keluhan bangsa Yahudi Kaisar Agustus memerintahkan agar ia diasingkan ke Gaul, daerah Perancis di masa kini. Sejak saat itu Yudea menjadi propinsi Romawi yang diperintah oleh seorang gubernur Romawi. Itu sebabnya Yusuf dan Maria tanpa takut membawa Yesus ke Yerusalem.

Selanjutnya dicatat bahwa dalam perjalanan pulang ke Nasaret, Yesus tertinggal di Yerusalem. Memang sebagaimana lazimnya, orang-orang dari Galilea, tempat dimana kota Nasareth berada, berangkat ke Yerusalem untuk merayakan Paskah secara berombongan. Hal ini membuat Yusuf dan Maria beranggapan bahwa Yesus sebagai seorang remaja, pasti sedang berjalan dengan sanak keluarga-Nya yang sebaya dengan diri-Nya.

Setelah mencari-Nya, tiga hari kemudian Maria dan Yusuf menemukan Dia sedang asik terlibat dalam diskusi dengan para ulama di dalam Bait Suci di Yerusalem. Kepada Maria Yesus berkata: “"Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"

Saudara-saudari, jawaban ini bukan berarti Yesus tak menghargai kecemasan dari Yusuf dan Maria yang kehilangan diri-Nya, tetapi dalam jawaban itu Ia menunjukkan bahwa Ia mengetahui identitas diri-Nya yang sebenarnya. Memang secara legal Yusuf adalah ayah-Nya, namun sesungguh-Nya Ia adalah Tuhan sendiri, yaitu sebagai Sang Putra Allah. Mengenal identitas diri yang sebenarnya merupakan kebutuhan yang mendasar dari seorang remaja. Krisis identitas yang belum terselesaikan akan menjadi akar persoalan di masa depan.


II. Memiliki tujuan hidup yang benar

Lebih jauh lagi, jawaban Yesus: “Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku” di dalam bahasa Ibrani dapat juga berarti “Aku harus melakukan pekerjaan Bapa-Ku.” Hal ini menunjukkan bahwa di usia remaja Yesus sudah mengetahui apa yang harus menjadi prioritas di dalam hidup-Nya, yaitu melakukan kehendak Allah atau hidup sesuai dengan rancana Allah Bapa bagi diri-Nya.

Saudara-saudari, inilah yang semustinya menjadi tujuan hidup dari semua orang, yaitu hidup untuk melakukan kehendak Tuhan. Apabila seseorang memiliki tujuan hidup yang jelas maka ia akan hidup secara efisien, alias tidak menyia-nyiakan hidupnya untuk hal-hal yang tak sesuai dengan tujuan hidupnya. Terlebih lagi apabila tujuan itu bukan sekedar hanya jelas tetapi juga benar, maka hidup yang bersangkutan akan berlangsung secara efektif, artinya membawa dampak yang besar. Tentu tak ada tujuan hidup yang lebih benar atau pun mulia melebihi tujuan hidup yang selaras dengan kehendak Tuhan.

Oleh karena itu, di samping seorang remaja perlu mengenal identitas dirinya, ia juga perlu mengenal rencana Tuhan bagi dirinya. Sejak remaja mereka harus hidup dengan tujuan yang mulia ini, yaitu hidup untuk memenuhi kehendak Tuhan bagi dirinya. Atau memakai istilah yang digunakan oleh Tuhan Yesus, hidup untuk melakukan pekerjaan Allah Bapa.


III. Memahami firman Tuhan dengan benar

Dari manakah pengenalan akan identitas diri yang sehat dan tujuan hidup yang benar ini diperoleh seorang remaja? Tidak bisa tidak pengenalan ini bersumber dari pemahaman yang bersangkutan akan firman Tuhan. Sebab firman Tuhan memberikan menolong kita untuk mengenal siapa diri kita yang sebenarnya di mata Tuhan dan juga mengenal apa rencana Tuhan bagi diri kita.

Pemahaman Yesus Kristus tentang firman Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Suci, dicatat di dalam Lukas 2:46-47. Yaitu melalui kemampuan-Nya dalam bertanya jawab dengan para ulama di Bait Suci yang sedemikian rupa sehingga membuat mereka heran atas kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Memang Alkitab tidak menjelaskan dari mana pemahaman ini Ia peroleh. Untuk itu ada dua kemungkinan. Yang pertama yaitu secara supranatural, artinya bukan dengan belajar secara alamiah. Hal ini sangat mungkin sebab Ia adalah Tuhan sendiri. Kemungkinan kedua adalah karena sejak kecil Yusuf telah mengajar Yesus isi kitab suci. Hal ini memang merupakan tanggungjawab seorang ayah dalam keluarga-keluarga Yahudi seperti yang digariskan di dalam kitab Ulangan 6. Namun yang pasti, Yesus adalah pribadi yang memahami kitab suci dengan baik sejak Ia berusia remaja.

Saudara-saudari, ketiga hal ini pulalah yang harus mewarnai kehidupan kita di sepanjang tahun yang akan kita akan lalui ini. Bukan saja kita perlu membina para remaja untuk mengenal identitas diri dengan benar, memiliki tujuan hidup yang benar dan memahami firman Tuhan dengan benar, kita semua juga perlu hidup secara sama. Dengan semakin kita menyadari bahwa kita adalah anak-anak Tuhan, hidup di dalam rancangan-Nya dan memahami firman-Nya semakin hidup kita akan bermakna. Dengan demikian kita dapat mengharapkan hidup kita di tahun yang baru ini akan menjadi hidup yang efektif dan produktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar