TANGAN YANG MENGATUR ARAH SEJARAH


Suatu siang di tahun 1947, seorang gembala remaja Bedouin berjalan menyusur tebing dan celah bukit-bukit batu di daerah padang gurun Khirbat Qumran, sebelah Utara dari Laut Mati, sekitar dua puluh kilometer ke arah Timur dari kota Yerusalem. Yang bersangkutan sedang berusaha mencari kambing gembalaannya yang hilang. Di bukit batu yang terpencil dan sangat jarang dikunjungi orang itu ia melihat sebuah lobang dan memperkirakan bahwa kambingnya bersembunyi di dalamnya. Karena itu ia mengambil beberapa butir batu dan melemparkannya ke dalam goa dengan harapan untuk mendengar suara embikan dari kambingnya. Alih-alih justru ia mendengar suara tempayan yang pecah tertimpa batu yang ia lemparkan. Hal ini sangat menarik hatinya untuk memeriksa apa yang terdapat di dalam goa tersebut. Di dalamnya ia menemukan gulungan-gulungan naskah kuno yang terbungkus dengan kain lenan dan disimpan di dalam beberapa tempayan. Penemuan yang tak disengaja ini membuka pintu bagi penemuan ribuan fragmen dari hampir seribu naskah kuno di dalam sebelas goa di Qumran, yang kemudian dikenal sebagai gulungan-gulungan naskah Laut Mati, atau Dead Sea Scrolls.


Gulungan-gulunagn naskah Laut Mati ini antara lain terdiri dari salinan kitab-kitab suci seperti kitab Yesaya,  Mazmur, kitab-kitab Taurat di dalam bahasa Ibrani dan naskah-naskah yang berisi ajaran suatu kelompok yang bernama Essenes. Ini merupakan suatu sekte agama Yahudi dua ribu tahun silam yang hidup bersama dalam berbagai komunitas asketis yang antara lain mengasingkan diri di padang gurun Yudea. Kelompok ini bermula sekitar dua ratus tahun sebelum Masehi dan bertahan sampai dengan penyebuan kota Yerusalem oleh tentara Romawi di tahun 70 Masehi. Mereka hidup mengasingkan diri dari masyarakat karena ingin menjauhkan diri dari dekadensi atau kemerosotan moral yang terjadi saat itu di dalam masyarakat Yahudi serta ketidak sukaan mereka terhadap pola hidup para imam di Yerusalem yang bermewah-mewah.

Sebagai kelompok asketis, yang artinya kelompok yang hidup dengan mengekang diri dari kenikmatan jasmaniah, mereka hidup secara komunal dalam disiplin rohani yang sangat ketat, dan sangat memperhatikan kebersihan jasmaniah sebagai bagian dari ibadah mereka. Untuk itu antara lain mereka memandikan diri atau membaptis diri mereka sendiri sebagai ritual harian. Di samping itu mereka juga sangat merindukan kedatangan Sang Mesias yang akan memulai zaman baru bagi orang Israel.

Kemiripan pola hidup komunitas Essenes dengan Yohanes Pembaptis seperti yang dicatat di dalam Alkitab membuat orang menduga bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang anggota kelompok ini. Memang bila kita memperhatikan secara sekilas terdapat kemiripan di antara keduanya, sehingga sangat besar kemungkinan bahwa Yohanes Pembaptis pernah berhubungan dengan kaum Essenes. Terlebih lagi karena tempat dimana Yohanes hidup, yaitu Padang Gurun Yudea adalah wilayah dimana kelompok-kelompok Essenes mengasingkan diri pula, sebagai contoh adalah komunitas yang hidup di Qumran di atas. Namun apabila kita meneliti lebih dalam tentang berita yang diwartakan oleh Yohanes Pembaptis dan pelayanan yang ia lakukan, nampak perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya. Perbedaan tersebut antara lain dapat kita temukan dengan memperhatikan isi berita dan pola pelayanan yang dilakukan oleh Yohanes seperti yang dicatat di dalam Matius 3:1-6.


Matius 3:1-6

1 Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan:  2"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"  3 Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: "Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya."  4 Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.  5 Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan.  6 Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan.


I.     Pola hidup Yohanes

Saudara-saudari, seperti yang tadi telah saya utarakan, dengan memperhatikan pola hidup Yohanes Pembaptis secara sepintas banyak orang yang beranggapan bahwa ia berasal dari komunitas asketis yang bernama kaum Essenes. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari kaum Essenes tinggal di padang gurun Yudea, tempat di mana Yohanes tinggal sejak masa remaja. Memang di dalam Injil Lukas 1:80 tentang masa remaja Yohanes dikatakan sebagai berikut: “Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.”

Catatan di dalam Lukas 1 tersebut menjelaskan bahwa Yohanes mulai tinggal di padang gurun jauh sebelum ia memulai pelayanannya secara umum di antara orang Israel, yaitu sekitar usia 30 tahunan. Apabila ia tinggal di sana sejak usia remaja, sangatlah besar kemungkinan ia tidak hidup seorang diri namun tinggal bersama dengan komunitas-komunitas asketis yang ada di wilayah tersebut, dalam hal ini kemungkinan besar adalah kaum Essenes.

Ada beberapa alasan yang kemungkinan menjadi dasar bagi Yohanes untuk mengasingkan diri ke padang gurun. Alasan yang pertama adalah karena di saat ia menginjak usia remaja kedua orang tuanya sudah meninggal dan sebagai seorang yatim piatu ia memilih untuk bergabung dengan komunitas asketis yang bersedia menampungnya. Memang kedua orang tua Yohanes, Zakharia dan Elisabet sudah berusia lanjut saat mereka memperoleh anak, sehingga besar kemungkinan bahwa di saat Yohanes berusia belasan tahun kedua mereka sudah meninggal.

Alasan yang kedua adalah karena menaati pesan yang disampaikan oleh malaikat Gabriel saat menemui Zakharia di Bait Suci untuk mewartakan tentang kelahiran Yohanes, yaitu bahwa Yohanes harus hidup sebagai seorang nazir, maka kedua orang tuanya telah menyerahkan Yohanes untuk  dibesarkan di dalam kelompok asketis yang hidup selaras dengan kehidupan seorang nazir. Seorang yang hidup sebagai Nazir menurut ketetapan Tuhan di dalam kitab Bilangan 6 antara lain harus hidup mengkhususkan diri bagi Tuhan, dan tidak minum minuman keras. Hal ini pulalah yang dikatakan oleh malaikat Gabriel tentang Yohanes sebagaimana yang dicatat di dalam Lukas 1:15.

Saudara-saudari, apapun alasan pengasingan diri Yohanes ke padang gurun, memang pola hidup kenaziran dan keberadaannya di padang gurun sangat mirip dengan kehidupan kaum Essenes. Sehingga besar kemungkinan kalaupun ia bukan sebagai pengikut kaum Essenes Yohanes pernah bertemu dengan kelompok tersebut.


II.     Isi berita Yohanes

Lebih jauh lagi bila kita memperhatikan isi berita yang disampaikan Yohanes kepada bangsa Israel, secara sekilas nampak terdapat persamaan antara Yohanes dengan kaum Essenes. Yohanes menyerukan pertobatan karena Kerajaan Allah sudah dekat. Kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat itu pulalah yang menjadi salah satu keyakinan utama kaum Essenes. Mereka memandang kedatangan Kerajaan Allah adalah masa pembebasan Israel dari penjajahan bangsa-bangsa lain dan pemulihannya menjadi kerajaan yang berdaulat dan bersatu seperti pada zaman Raja Daud.

Di samping itu kecaman keras yang dilakukan oleh Yohanes terhadap para pemuka agama Yahudi, yaitu kaum Farisi dan Saduki, dengan menyebut mereka sebagai keturunan ular beludak selaras dengan sikap kaum Essenes yang merasa muak terhadap kemunafikan para pemuka agama saat itu. Kebobrokan kehidupan para pemuka agama itulah yang membuat mereka melakukan gerakan protes dengan mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan hidup di padang gurun.

Namun bila kita amati lebih jauh, ada perbedaan yang sangat mendasar antara berita yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis dengan kaum Essenes. Bila Kaum Essenes merindukan kedatangan Kerajaan Allah dalam pemahaman secara politis dan mengasingkan diri sebagai gerakan protes terhadap kemunafikan para pemuka agama saat itu, Yohanes Pembaptis memberitakan perlunya pertobatan dan memberikan diri untuk dibaptis sebagai penyiapan diri terhadap kedatangan Kerajaan Allah. Dengan menggarisbawahi perlu pertobatan, yaitu meninggalkan pola hidup yang menyeleweng dari hukum-hukum Tuhan maka Yohanes membawa pemahaman yang berbeda tentang Kerajaan Allah. Bagi Yohanes Kerajaan Allah bukan sekedar pemulihan Israel secara politis, namun pemulihan hidup manusia yang dimulai dengan langkah pertobatan. Sedangkan hidup mengasingkan diri di padang gurun yang ia lakukan juga bukan sebagai gerakan protes terhadap kebobrokan hidup beragama di masa itu, namun sebagai ekspresi penyerahan diri secara total kepada Tuhan yang merupakan dasar dari hidup di dalam pertobatan.


III.     Pola pelayanan Yohanes

Terlebih lagi bila kita membandingkan pola baptisan yang dilakukan oleh Yohanes dengan kaun Essenes, nampak dengan jelas adanya perbedaan di antara keduanya. Apabila baptisan di antara kaum Essenes dilakukan dengan cara mereka memandikan diri mereka sendiri sebagai ritual pembersihan jasmani sebagaimana yang ditetapkan oleh hukum Tarurat, seperti misalkan di dalam kitab Imamat 14:9, tidak demikian halnya dengan baptisan Yohanes.

Di dalam baptisan Yohanes orang-orang yang datang kepadanya tidak membaptis diri sendiri, namun Yohaneslah yang membaptis mereka. Hal tersebut dicatat dengan jelas di dalam Matius 3:6 yang sudah kita baca di atas. Di samping itu baptisan Yohanes bukan sekedar suatu ritual pembersihan jasmani, namun merupakan tanda dari pertobatan. Itu sebabnya pembaptisan yang ia lakukan disertai dengan pengakuan dosa oleh mereka yang dibaptiskan. Sehingga dengan demikian kita dapat menyimpulkan walaupun ada kemungkinan Yohanes pernah dibesarkan di antara kaum Essenes, namun pelayanannya berbeda dengan kaum Essenes. Seperti yang dikatakan oleh Lukas 3:2, Tuhanlah yang memanggil Yohanes untuk melakukan apa yang ia kerjakan.

Sekarang, tentu ada di antara Anda yang bertanya di dalam hati, untuk apa kita mempelajari semua hal ini? Kita perlu mengerti ini sebab sejarah keselamatan yang Tuhan rancangkan sejak Adam jatuh ke dalam dosa, dan Ia tetapkan melalui Abraham sampai dengan Yesus tidak terlepas dari konteks sejarah, termasuk sejarah Israel dua ribu tahun yang silam, saat gerakan Essenes eksis di tanah Israel. Berulang kali saya katakan Tuhan adalah Penguasa sejarah yang bekerja di dalam sejarah. Dengan memahami latar belakang sejarah, baik itu dalam sisi budaya maupun dinamika sosial politik di masa lalu, kita akan dapat memahami karya penyelamatan Tuhan di dalam Yesus Kristus secara lebih jelas.

Alasan yang kedua, yaitu dengan demikian kita semakin memahami bahwa pelayanan Yohanes sebagai pembuka jalan bagi Yesus tidak terjadi secara kebetulan, hanya sekedar sebagai suatu gerakan sosial keagamaan yang bersifat reaktif terhadap kondisi zaman itu. Namun di baliknya Tuhan berkarya untuk menggenapkan rencana keselamatan-Nya melalui yesus Sang Mesias. Tuhan yang berkarya di masa itu tetap bekerja sampai hari ini. Sebagaimana Ia mengatur jalan-Nya sejarah Ia juga mengatur kehidupan kita. Dalam keyakinan itu kita dapat menatap hari depan dengan penuh keyakinan, bila kita berjalan dalam rancangan-Nya maka tangan-Nya yang sanggup mengatur arah jalannya sejarah itu pula yang akan mengatur arah masa depan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar