MEMPERSIAPKAN JALAN BAGI RAJA


Beberapa waktu yang lampau saya memperoleh kesempatan menghadiri peresmian sebuah proyek sentra industri di Jawa Tengah. Peresmian proyek ini dilakukan oleh Presiden sendiri. Malam sebelum acara peresmian dilaksanakan, saya dan para peserta rombongan lainnya diinapkan di sebuah hotel di Yogya. Pagi hari kami berangkat dari Yogya menuju ke tempat acara peresmian dengan beberapa mobil yang disiapkan oleh panitia. Nampaknya mobil yang saya tumpangi adalah kendaraan yang disewa oleh panitia dari wilayah setempat, sehingga sopir yang mengemudikan mobil tersebut sangat mengenal jalan-jalan yang kami lalui.


Rombongan melaju dengan cepat, melewati kota Solo dan menuju sebuah kota kecil tidak terlalu jauh dari kota Solo. Dari daerah pinggiran kota kecil tersebut mobil rombongan kami berbelok menuju ke tempat acara melalui sebuah jalan yang tidak terlalu lebar namun teraspal mulus. Sopir mobil yang saya kendarai berkata: “Jalan ini dua minggu yang lalu masih rusak. Dalam waktu seminggu terakhir jalan ini mendadak berubah menjadi mulus karena Pak Presiden akan lewat jalan ini.”

Saudara-saudari, pembangunan jalan raya agar layak dilewati oleh seorang kepala negara yang akan berkunjung ke suatu wilayah bukan hanya terjadi di zaman sekarang, dari sejak masa yang silam pun praktek itu sudah ada. Di masa itu apabila seorang raja akan berkunjung ke suatu daerah, seorang utusan akan dikirim terlebih dahulu untuk memberitahukan tentang kedatangannya agar penduduk setempat mempersiap diri. Salah satu hal yang dipersiapkan oleh rakyat untuk menyambut kedatangan sang raja adalah membenahi jalan yang akan dilewatinya.

Dengan menggunakan metafora atau gambaran ini, tujuh ratus tahun sebelum kelahiran Yesus Kristus melalui nabi Yesaya Tuhan menubuatkan tentang pelayanan Yohanes Pembaptis sebagai seorang utusan yang menyerukan agar orang di masa itu mempersiapkan jalan bagi kedatangan Sang Mesias, Raja yang datang untuk membebaskan umat-Nya.

Keempat kitab Injil mengutip nubuatan di dalam Yesaya 40:3-5 ini, dan Lukas mengutipnya secara lebih lengkap dibandingkan dengan ketiga penulis kitab Injil lainnya. Di dalam Lukas 3:1-6 dicatat sebagai berikut.

Lukas 3:1-6

1 Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, 2 pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun. 3 Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, 4 seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. 5 Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, 6 dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan."


I. Setiap lembah harus ditimbun

Selaras dengan nubuatan di dalam Yesaya bahwa utusan yang Tuhan kirim tersebut akan menyerukan pembangunan jalan raya di padang gurun, maka Yohanes melakukan tugasnya untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Sang Mesias dengan terlebih dahulu hidup di padang gurun. Ia tinggal di sana sampai tiba waktunya bagi dirinya untuk memulai pelayanannya di depan umum. Sesuai dengan perintah Tuhan, Yohanes berjalan ke wilayah sungai Yordan dan memberitakan kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat.

Inti dari berita yang disampaikan oleh Yohanes sangatlah sederhana namun sangat prnting, yaitu untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan Sang Mesias yang akan menegakkan Kerajaan Allah di atas muka bumi semua orang harus bertobat dan memberikan diri untuk dibaptisan dan Tuhan akan mengampuni dosa mereka. Langkah pertobatan tersebut dikaitkan oleh Yohanes dengan empat tindakan yang diserukan oleh Yesaya dalam nubuatan tentang mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan. Keempat tindakan tersebut bukan sekedar suatu puisi yang digubah dengan menyusun kata-kata yang bersajak indah. Ia merupakan ungkapan figuratif, atau gambaran tentang kondisi kehidupan manusia.

Tindakan yang pertama adalah menimbun setiap lembah. Karena lembah adalah lekukan permukaan tanah yang lebih rendah dari dataran di sekitarnya, maka ia merupakan gambaran dari sisi kehidupan manusia yang lebih rendah dari tolok ukur atau standar kehendak Tuhan. Ini merupakan realita yang tak dapat disangkali. Merupakan suatu kenyataan bahwa banyak sisi dalam kehidupan manusia jauh dari standar yang Tuhan tetapkan. Hubungan dalam rumah tangga, kasih kepada sesama, pengabdian kepada Tuhan, dan masih banyak aspek lainnya dalam hidup manusia yang jauh di bawah standar kehendak Tuhan bagi umat-Nya.

Hidup di bawah standar kehendak Tuhan ini dapat terjadi karena berbagai alasan. Kelalaian dalam memelihara kehidupan rohani, dosa yang disembunyikan, kepahitan hati, ketidak bersediaan untuk mengampuni orang lain, dan berbagai sikap buruk lainnya yang tak sesuai dengan kehendak Tuhan dapat menjadi penyebab dari hidup yang lebih rendah atau berada di luar kehendak Tuhan.


II. Setiap gunung dan bukit harus diratakan

Tindakan yang kedua adalah meratakan setiap gunung dan bukit. Apabila lembah merupakan permukaan tanah yang lebih lebih rendah dari dataran di sekitarnya, maka sebaliknya gunung dan bukit adalah permukaan tanah yang lebih tinggi dari dataran tersebut. Kondisi ini merupakan gambaran dari ketinggian hati dan perasaan diri selalu benar. Kedua sikap ini seperti gunung, yaitu bukan saja mencerminkan ketinggian hati seorang terhadap Tuhan namun juga menjadi penghalang bagi orang untuk bersedia datang kepada-Nya.

Ketinggian hati dan perasaan diri selalu benar, atau self-righteousness merupakan kondisi kehidupan yang acapkali tidak disadari oleh orang yang hidup di dalamnya. Tak jarang orang yang congkak merasa dirinya tidak congkak, demikian juga tak sedikit orang yang merasa dirinya selalu benar tidak menyadari bahwa ia hidup sedemikian. Hal ini sama halnya dengan orang yang sakit namun tidak merasa dirinya sakit, sehingga akibatnya sangat fatal. Ya, bila orang sakit jantung namun tidak merasa sakit jantung tentu akibatnya akan fatal. Demikianlah orang yang congkak dan merasa diri selalu benar.

Kecongkakan dan perasaan diri selalu benar akan membuat seseorang bersikap penuh dengan kritik terhadap orang lain dan menolak karya Roh Tuhan yang ingin membawa dirinya kepada kebenaran. Singkat kata, kedua sikap ini merupakan penghalang yang sangat serius bagi orang untuk berjumpa dengan Tuhan, sebab perjumpaan dengan Tuhan menuntut kerendahan hati dalam diri seseorang.


III. Yang berliku-liku harus diluruskan

Tindakan figuratif yang ketiga adalah meluruskan jalan yang berliku-liku. Jalan yang berliku-liku merupakan gambaran hati dan perilaku yang tidak lurus, hati yang penuh dengan tipu daya dan perilaku yang menyeleweng dari kebenaran yang Tuhan telah tetapkan. Inilah keadaan hati manusia yang hidup tanpa takut kepada Tuhan. Bila hati yang dipenuhi dengan takut kepada Tuhan akan menjadikan hidup penuh dengan hikmat, maka sebaliknya hidup orang tak takut kepada Tuhan akan dipenuhi dengan tipu daya dan penyelewengan.

Bukan saja hati dan perilaku yang tak lurus ini akan membuat manusia jauh dari Tuhan, ia juga akan membawa manusia kepada kebinasaan. Tipu daya di dalam diri manusia dan perilaku yang menyeleweng dari kebenaran ini telah merusak banyak kehidupan manusia. Tak sedikit rumah tangga yang hancur berantakan karena hati suami atau istri dipenuhi dengan tipu daya dan perilaku yang menyeleweng. Tak sedikit masa depan kaum profesi yang hancur berantakan karena kedua kondisi tersebut. Tak sedikit hari esok orang muda yang rusak karena mereka hidup di dalam ketidak lurusan hati dan perilaku.


IV. Yang berlekuk-lekuk diratakan

Tindakan keempat yang diserukan oleh Yesaya dan yang digenapkan melalui pelayanan Yohanes Pembaptis adalah meratakan jalan yang berlekuk-lekuk. Yang dimaksudkan dengan jalan yang berlekuk-lekuk di sini adalah permukaan tanah yang tidak rata dan berbatu-batu sehingga tak membuat nyaman orang yang melaluinya. Kondisi ini dapat merupakan berbagai gambaran hati manusia yang ringkasnya tidak sesuai dengan ukuran kebenaran yang Tuhan kehendaki.

Memang jalan yang tak rata keadaannya tidak seekstrim seperti lembah, gunung, bukit maupun jalan yang berliku-liku, namun ia tetap dapat menghambat perjalanan Sang Raja. Seringkali karena dianggap sepele, justru ialah yang menjadi penghambat utama. Hal ini dapat dipersamakan dengan dosa-dosa yang dianggap sepele, berbohong sedikit, mencuri sedikit, menipu sedikit, dendam sedikit, atau iri sedikit, sehingga acap kali dianggap tidak berbahaya. Padahal hal-hal kecil seperti inilah yang karena dibiarkan dan tak dibereskan justru akan menjadi penghambat utama bagi manusia untuk menjalin relasi dengan Tuhan.

Saudara-saudari, sesuai dengan seruan Yohanes Pembaptis dalam mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias keempat kondisi hati serta kehidupan itulah yang harus diubah untuk menyambut kehadiran Sang Mesias. Secara lugas Yohanes mengatakan bahwa perubahan ini hanya akan terjadi karena pertobatan. Artinya keputusan yang tegas untuk meninggalkan keempat pola hidup ini sangat diperlukan agar orang diampuni dosanya. Pertobatan dari dosa besar maupun dosa kecil yang akan membuka jalan bagi orang untuk melihat kemuliaan Tuhan. Singkat kata, hidup dalam sikap hati yang terus menerus mawas diri perlu mengisi hidup kita sepanjang tahun ini. Dengan menjaga hati kita untuk senantiasa berada di dalam keadaan mawas diri kita menyambut penyertaan Tuhan di dalam hidup kita sepanjang tahun ini, penyertaan Tuhan yang menjadikan hidup kita penuh dengan makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar