YESUS MEMULIHKAN RELASI MANUSIA


Wayne Cordeiro, gembala gereja New Hope di Honolulu menceritakan pengalamannya yang menarik berkenaan dengan makan malam di sebuah restoran yang mahal. Suatu hari seorang anggota jemaatnya memberi kepadanya selembar voucher atau kupon untuk makan malam di sebuah restoran yang mahal. Nilai voucher itu adalah sebesar $ 100. Suatu jumlah yang lumayan besar.

Beberapa hari kemudian ia mengajak istrinya untuk makan malam di restoran mahal tersebut dengan menggunakan voucher  yang mereka terima. Sore sebelum mereka berangkat mereka berdandan terlebih dahulu, mengenakan baju mereka yang baru dan memakai parfum yang harum. Mereka mencuci mobil kecil yang akan mereka gunakan supaya tak tampak memalukan, sebab para pengunjung restoran mewah tersebut tentu menggunakan mobil-mobil yang mewah.

Dengan penuh semangat Wayne dan istrinya Anna memasuki restoran yang mahal tersebut. Mereka berdua dipersilakan duduk di meja yang diterangi lilin dengan pemandangan teluk Hawaii yang diterangi oleh cahaya rembulan. Suasana yang sangat romantis. Mereka pun memesan makanan yang mahal yang tertera pada buku menu yang diberikan oleh pelayan. Makanan yang  fancy dan sangat enak. Wayne berpikir di dalam hati: “Wow, dengan voucher $100 yang aku terima dari jemaatku sekarang aku dapat menikmati kemewahan ini.” Mereka benar-benar menikmati makan malam mereka.

Selesai makan mereka minta kepada pelayan agar bill atau bon makan dibawa ke meja. Ketika bill atau bon makan mereka terima, Wayne bertanya kepada istrinya: “Sayang, tolong berikan kepada saya voucher yang kita miliki.” Anna, istrinya menjawab: “Voucher itu tidak ada pada saya. Saya pikir engkau yang membawanya.” Wayne berkata: “Engkau harus membawanya. Semustinya engkau yang membawanya. Kan engkau yang jadi istri.” Anna menjawab: “Engkau yang menerima voucher itu,  engkau yang menyimpannya di laci, engkau yang menentukan kapan kita makan di sini, tentu engkaulah yang harus membawanya.”

Wayne dan istri nampak seperti orang kaya. Mereka berlagak seperti orang kaya. Bau parfum mereka menambah citra bahwa mereka orang kaya. Tetapi tanpa voucher di tangan, penampilan mereka tak banyak menolong. Mereka harus membayar makan malam itu dengan uang mereka sendiri.

Demikian pula dengan kehidupan kita. Bisa jadi kita nampak seperti orang yang kudus. Kita dapat berlagak seperti orang kudus. Bahkan aroma diri kita seperti aroma orang yang kudus. Namun tanpa relasi dengan Tuhan, semua tampilan lahiriah tersebut tak membawa manfaat bagi kehidupan rohani kita. Karena pada dasarnya kesehatan kehidupan rohani kita sangat ditentukan oleh relasi atau hubungan kita dengan Tuhan, bukan ditentukan oleh hal-hal lahiriah yang menjadi atribut seseorang yang dipandang sebagai orang yang kudus.

Justru untuk memulihkan relasi dengan Tuhan itulah maka Yesus datang ke dunia sebagai Sang Mesias. Karena itu pada dasarnya hidup sebagai pengikut Yesus adalah hidup di dalam relasi dengan Kristus, bukan sekedar hidup memenuhi peraturan agama ataupun tata cara ibadah. Hal tersebut dapat kita lihat dari jawaban Yesus terhadap para murid Yohanes Pembaptis yang mempertanyakan kepada-Nya tentang alasan mengapa para murid-Nya tidak berpuasa seperti mereka dan orang-orang Farisi. Hal ini dicatat antara lain di dalam Matius 9:14-17.

Matius 9:14-17

14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?"  15 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.  16 Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.  17 Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya."


I.     Relasi yang diwarnai oleh kasih

Kesediaan Yesus menerima Lewi atau Matius yang adalah seorang pemungut cukai sebagai seorang murid-Nya dan kesediaan-Nya untuk memenuhi undangan makan bersama dengan Matius dan para pemungut cukai serta orang berdosa lainnya menimbulkan gelombang kritik terhadap diri-Nya, bukan hanya dari orang-orang Farisi tetapi juga dari para murid Yohanes Pembaptis. Catatan Lukas 5:33 tentang peristiwa ini menunjukkan bahwa kritik tersebut terkait dengan kehadiran Yesus dalam memenuhi undangan makan di rumah Matius.

Alkitab tidak memberikan alasan yang jelas mengapa sesudah Yohanes Pembaptis menjelaskan kepada para muridnya bahwa Yesuslah Mesias yang dinanti-nantikan bangsa Israel, ada sebagian para muridnya yang tidak mengikuti jejak Yohanes dan Yakobus dengan beralih menjadi murid Yesus. Mereka tetap bersiteguh untuk menjadi murid Yohanes Pembaptis. Kemungkinan karena ikatan batin mereka terhadap Yohanes Pembaptis membuat mereka tak tega untuk meninggalkannya, khususnya karena saat itu Yohanes sedang berada dalam penjara Herodes Antipas. Atau mungkin juga karena pola kehidupan Yesus dan Yohanes Pembaptis sangatlah berbeda.

Apabila Yohanes Pembaptis adalah seorang asketis yang hidup dengan disiplin rohani yang sangat ketat, tidak minum anggur, tidak mencukur rambutnya, dan melakukan puasa secara rutin seperti kaum Essenes, tidak demikian halnya dengan Yesus. Ia bergaul dengan orang-orang berdosa, makan minum bersama dengan mereka, dan tidak menyuruh para murid-Nya untuk berpuasa secara rutin. Hal ini membuat para murid Yohanes merasa bahwa mereka lebih sejalan dengan pola hidup orang-orang Farisi yang walaupun tidak menjalankan pola hidup asketis namun berpuasa setiap hari Senin dan Kamis.

Itu sebabnya para murid Yohanes Pembaptis bersama orang-orang Farisi mempertanyakan cara hidup Yesus yang dalam anggapan mereka tak sewajarnya bagi seorang rabbi atau guru agama Yahudi. Menjawab mereka Yesus menggunakan tiga perumpamaan. Perumpamaan yang pertama yaitu tentang hubungan seorang mempelai laki-laki dan sahabatnya, dimana Yesus adalah sebagai si mempelai laki-laki dan para murid-Nya adalah sebagai sahabat dari mempelai laki-laki tersebut. Dalam hal ini Yesus mengutip apa yang diajarkan Yohanes Pembaptis sendiri kepada para muridnya bahwa Yesus adalah si mempelai laki-laki dan Yohanes adalah sahabat-Nya seperti yang dicacat di dalam Yohanes 3:29. Suatu jawaban yang tak mungkin dibantah oleh para murid Yohanes Pembaptis!

Dengan demikian Yesus menjelaskan kepada mereka bahwa menjadi pengikut-Nya artinya adalah menjalin relasi dengan diri-Nya. Suatu relasi kasih di antara dua orang sahabat, bukan relasi yang formal dimana orang hanya hidup untuk memenuhi peraturan seperti yang ditekankan oleh orang-orang Farisi. Hubungan kasih yang lahir dari hati, bukan hubungan yang sekedar hanya formalitas dan hanya menitik beratkan kepada aktifitas lahiriah.


II.     Relasi yang diwarnai oleh sukacita

Lebih jauh Yesus menjelaskan bahwa hubungan kasih antara dua sahabat ini adalah hubungan yang diwarnai dengan sukacita. Sebab tak mungkin dua orang sahabat yang sedang bersama-sama akan berada dalam keadaan berduka, apalagi sahabat yang satu adalah seorang mempelai laki-laki yang sedang melangsungkan pernikahan.

Dengan berkata demikian bukan berarti Yesus tak menyetujui orang untuk berpuasa, sebab Ia sendiri juga berpuasa. Bahkan di awal pelayanan-Nya Ia berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam di padang gurun. Ia juga mengajar tentang bagaimana seharusnya orang berpuasa sebagaimana yang dicatat di dalam Matius 6:16-18. Kepada para murid Yohanes tersebut di dalam Matius 9:15 Ia berkata: “Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Artinya akan ada waktunya para murid-Nya akan hidup dalam sikap hati yang prihatin yaitu saat mereka tak lagi bersama dengan Yesus. Keprihatinan tersebut mereka ungkapkan dengan berpuasa.

Di sini Yesus menubuatkan keprihatinan para murid-Nya saat Ia tak bersama mereka selama tiga hari karena Ia berada di dalam kubur sesudah penyaliban-Nya. Sedangkan bagi kita sekarang yang hidup menantikan kedatangan-Nya kembali ke dunia sebagai seorang mempelai laki-laki, kita melakukan puasa sebagai ungkapan kerinduan kepada-Nya. Kerinduan yang pasti sebab Ia pasti kembali. Kerinduan dalam sukacita, sebab Ia telah menerima kita di dalam kasih-Nya.


III.     Relasi yang diwarnai oleh anugerah

Sukacita ini mewarnai relasi Kristus dengan para murid-Nya, sebab mereka menyadari bahwa relasi yang terjalin tersebut adalah berdasarkan kasih karunia atau anugerah Tuhan. Apabila seorang berdosa dan sampah masyarakat seperti Matius dapat diterima untuk menjadi pengikut Yesus itu semata-mata karena kebaikan dan kasih karunia Tuhan saja. Kasih karunia atau anugerah inilah yang membedakan antara pola hidup orang-orang Farisi yang bersifat legalistik. Sikap legalistik yang hanya menekankan ketaatan kepada peraturan-peraturan agama serta tata cara ibadah namun tidak lahir dari hati yang sungguh mengasihi Tuhan inilah yang mengakibatkan mereka hidup dalam kesombongan dan kebenaran diri sendiri.

Yesus mengumpamakan pola hidup legalistik itu dalam dua perumpamaan berikutnya, yaitu seperti baju yang tua dan kantung kulit yang tua. Kedua-duanya bersifat rigid, kaku atau tidak lagi bersifat fleksibel. Sedangkan pola hidup dalam kasih karunia atau anugerah yang Ia bawa adalah seperti secarik kain baru yang masih dapat susut dan anggur baru yang masih dapat mengembang. Artinya hidup dalam anugerah merupakan hidup yang tidak bersifat hanya memenuhi peraturan legalistik, tetapi dalam relasi kasih dan sukacita yang berkembang.

Pola hidup dalam anugerah ini tak dapat diwadahi oleh ajaran yang legalistik, sebab ini sama dengan menambalkan kain baru yang akan susut pada baju yang tua yang mengakibatkan baju itu semakin koyak. Juga sama dengan mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua yang mengakibatkan kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur.

Anugerah yang besar inilah yang Yesus bawa melalui kedatangan-Nya ke dunia. Anugerah yang membuka kesempatan bagi orang berdosa untuk mengalami pemulihan relasi dengan Tuhan. Anugerah Allah di dalam Yesus Sang Mesias yang menyelamatkan manusia dari masa lampaunya yang kelam dan membuka lembaran, yaitu hidup dalam kasih dan sukacita bersama Tuhan untuk selama-lamanya.

1 komentar: