Tahun 1978 dunia digegerkan oleh aksi bunuh diri masal yang dilakukan di Guyana oleh para pengikut People Temple, suatu kelompok sempalan Kristen yang dipimpin oleh seorang yang bernama Jim Jones. Tragedi bunuh diri dengan mengunakan zat beracun yang bernama cyanida ini telah memakan korban lebih dari 900 jiwa. Peristiwa ini membuka mata banyak orang tentang bahayanya dari gerakan keagamaan yang digolongkan sebagai cult ini. Cult adalah kelompok keagamaan yang menyeleweng dari garis ajaran agama utama dan pada umumnya berpusatkan pada diri seorang pemimpin yang dikultuskan. Pemimpin yang penuh kharisma ini seringkali dianggap sebagai utusan Tuhan yang memberikan jawaban terhadap permasalahan dunia. Di dalam kepercayaan para pengikutnya apa saja yang dikatakan oleh sang pemimpin sama nilainya dengan sabda Tuhan sendiri, sehingga tidak akan mungkin keliru. Itu sebabnya si pemimpin dikultuskan atau diagungkan seperti orang memuliakan Tuhan. Pengultusan terhadap pemimpin ini membuat kelompok-kelompok semacam ini disebut sebagai cult.
Keberadaan kelompok cult ini bukan hanya terdapat di Amerika dan bukan hanya terjadi di dalam lingkup agama tertentu saja. Di hampir di semua negara di dunia, dan di semua kepercayaan terdapat kelompok-kelompok semacam ini. Tak jarang si pemimpin mencampur adukkan beberapa macam ajaran agama dan dengan demikian mendirikan suatu agama gado-gado baru dengan dirinya sebagai tokoh sentral yang diperlakukan sebagai manusia setengah dewa.
Sebagai contoh adalah kelompok cult Aum Shinrikyo di Jepang yang dipimpin oleh Shoko Asahara. Kelompok ini menebarkan gas sarin yang sangat beracun di kereta api bawah tanah di Tokyo pada tahun 1995 sehingga menewaskan 12 orang dan menciderai ratusan orang. Ajaran Asahara, pendiri dan pemimpin kelompok ini, merupakan campuran dari berbagai macam ajaran agama dengan penafsiran yang melenceng. Walaupun Asahara tidak menganggap bahwa kelompoknya merupakan kelompok sempalan dari agama Kristen, namun secara terbuka ia menyatakan bahwa dirinya adalah Sang Kristus.
Memang sebagaimana yang telah saya utarakan, salah satu ciri utama dari kelompok cult adalah pengultusan seorang pemimpin dan yang bersangkutan dianggap sebagai juru selamat. Oleh karena itu dalam bahasa populer si pemimpin dianggap sebagai Sang Mesias. Inisiatif pengultusan ini tidak selalu datang dari si pemimpin, tetapi tak jarang dari para pengikutnya. Karena pengultusan tersebut memberikan banyak pengistimewaan atau priviledge kepada dirinya, tak sedikit pemimpin yang membiarkan hal tersebut terjadi. Pengistimewaan ini beraneka macam bentuknya, dapat berupa hak-hak istimewa dalam kekayaan materi, penghormatan yang melampui kewajaran, ataupun kenyamanan-kenyamanan lainnya yang dengan mudah membuai si pemimpin untuk larut dalam pengultusan yang dilakukan oleh para pengikutnya.
Itu sebabnya keberhasilan seorang pemimpin antara lain harus diukur dari sejauh mana yang bersangkutan dapat menghindarkan diri dari pengultusan yang dilakukan oleh para pengikutnya. Dari sudut ini saja kita dapat melihat bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang pemimpin yang berhasil. Sebagaimana yang dicatat di dalam Lukas 3:15-17 ia berhasil menghindarkan diri dari jebakan pengultusan dirinya sebagai Sang Mesias.
Lukas 3:15-17
15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, 16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. 17 Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.
I. Yohanes mengetahui siapa dirinya sebenarnya
Saudara-saudari, di saat Yohanes mulai tampil di depan umum untuk memulai pelayanannya, suasana batin bangsa Yahudi sangat mendambakan kedatangan Sang Mesias yang mereka yakini akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa asing. Telah beratus-ratus tahun mereka hidup di dalam penjajahan bangsa-bangsa lain dan tidak memiliki kedaulatan sebagai negara yang mereka, kecuali untuk masa hampir selama 100 tahun saat Israel berada di bawah pemerintahan dinasti Hasmonean yang didirikan oleh Makkabee bersaudara. Sejarah mencatat bahwa dua puluh tahun sesudah pemberontakan yang dipimpin oleh Makkabee bersaudara berhasil membebaskan Israel dari penjajahan Yunani, yaitu dari tahun 140–37 SM Israel hidup sebagai negara yang merdeka. Kemerdekaan itu berakhir setelah kembali Israel dijajah oleh kerajaan Romawi dan berada di bawah pemerintahan raja-raja wilayah yang merupakan dinasti Herodes.
Tidaklah heran di saat Yohanes Pembaptis tampil dan memberitakan bahwa kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat masyarakat Yahudi menyambutnya dengan antusias. Mereka berharap bahwa Yohanes adalah Mesias yang mereka nanti-nantikan itu. Namun Yohanes dengan tegas menjawab bahwa ia bukanlah Mesias yang mereka nantikan. Artinya Yohanes mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, yaitu seorang utusan Tuhan yang dipanggil untuk mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias.
Saudara-saudari, seorang pemimpin yang berhasil haruslah seorang yang mengetahui identitas dirinya dengan benar. Itulah ciri yang pertama dari seorang pemimpin yang berhasil sampai akhir. Tak sedikit kepemimpinan yang diawalnya berjalan dengan berhasil namun di tengah perjalanan hancur berantakan karena sang pemimpin mengalami krisis identitas. Ia tidak mengetahui siapakah identitas dirinya yang sebenarnya di hadapan Tuhan. Seseorang yang berada di dalam krisis identitas minimal akan berada di dalam dua hal. Yang pertama ia akan merasa dirinya tidak aman. Rasa tidak aman yang menguasai dirinya membuat ia sulit untuk bersikap tegas sebaliknya ia akan bersifat kompromistis. Ia akan berpura-pura tidak tahu saat orang-orang disekitarnya menyeleweng. Tujuannya adalah agar ia dapat diterima oleh semua orang. Sehingga sebaliknya dari hidup berdasarkan prinsip yang bersangkutan akan hidup berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang lain.
Yang kedua ia akan bersikap over-acting, melakukan tugas dengan berlebih-lebihan tujuan agar nampak betapa ia memiliki peranan yang penting sehingga dengan demikian akan dipuji orang. Baik rasa tidak aman dan perilaku over-acting inipada akhirnya akan menjerumuskan si pemimpin tersebut kepada kehancuran.
II. Yohanes mengetahui siapa Mesias sesungguhnya
Bukan saja Yohanes Pembaptis menyatakan bahwa bukan dialah Mesias yang dinantikan oleh umat Tuhan, namun ia juga menjelaskan siapa dan apa yang akan dilakukan oleh Mesias. Ia menjelaskan bahwa Mesias jauh lebih besar dari dirinya, sehingga untuk membuka tali kasut-Nya pun ia tidak layak. Mesias ini dikatakan oleh Yohanes akan membaptis umat Tuhan bukan dengan air seperti yang ia lakukan, tetapi dengan api. Juga Mesias akan melakukan pemisahan di antara umat Tuhan. Mereka yang hanya nampaknya seperti pengikut-Nya, akan dipisahkan dari mereka yang benar-benar adalah umat-Nya.
Mengenal dengan benar siapa dan rancangan Tuhan yang sebenarnya merupakan ciri kedua dari seorang pemimpin yang berhasil sampai akhir. Dengan mengenal kebesaran Tuhan yang bersangkutan tak akan mudah putus asa di tengah tantangan kehidupan. Setiap kali dirinya menghadapi kesulitan ia akan menyadari bahwa Tuhan jauh lebih besar dari kesukaran yang sedang menghadang. Dengan demikian ia tidak mudah berputus asa di tengah masalah.
Demikian juga dengan mengenal rancangan Tuhan dirinya akan mengetahui apa yang harus ia kerjakan agar supaya selaras dengan yang menjadi rencana Tuhan. Pemimpin yang tidak mengenal rancangan Tuhan akan berjalan menurut rencananya sendiri yang bisa jadi tidak selaras dengan kehendak Tuhan. Hanya dengan berjalan selaras dengan kehendak Tuhanlah baru kita akan mengalami penyertaan Tuhan, sebab Tuhan hanya akan menyertia orang yang berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu seorang pemimpin yang berjalan menurut keinginan hatinya sendiri akan mudah merasa frustasi dengan hidupnya, sebab ia harus berjuang semata-mata dengan kekuatannya yang terbatas.
III. Yohanes mengetahui keterbatasannya
Saudara-saudari, justru dengan mengenal diri sendiri dan siapa Mesias yang sebenarnya itu sebabnya Yohanes tidak membiarkan dirinya untuk dianggap sebagai Sang Mesias. Artinya ia mengenal keterbatasan dirinya di hadapan Tuhan. Dengan demikian ia terhindar dari cobaan untuk membiarkan dirinya dikultuskan oleh masyarakat Yahudi saat itu. Dengan tegas ia mengatakan bahwa untuk membuka tali kasut Sang Mesias pun ia tidak layak. Hal ini menunjukkan kerendahan hati Yohanes Pembaptis.
Saudara-saudari, sebagai pengikut Kristus kita tidak boleh hidup dengan rendah diri tetapi wajib hidup dengan rendah hati. Rendah diri adalah wujud dari krisis identitas, sedangkan rendah hati adalah wujud dari kesadaran akan siapa dirinya yang sesungguhnya dan siapa Tuhan yang sebenarnya. Orang yang rendah diri sulit untuk hidup berkemenangan dan produktif sedangkan orang yang rendah hati sulit untuk dijatuhkan. Orang yang rendah diri berada di dalam kejiwaan yang tak sehat, sedangkan orang yang rendah hati justru menunjukkan kedewasaan dan kematangan jiwa.
Sikap rendah hati karena menyadari keterbatas diri di hadapan Tuhan merupakan ciri yang ketiga dari seorang pemimpin yang berhasil sampai akhir. Ketiga ciri ini tak akan kita temui di dalam diri seorang pemimpin yang membiarkan dirnya untuk dikultuskan. Ketiga ciri ini, mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhan yang sebenarnya dan mengenal keterbatasan diri tak akan ada di dalam diri seorang pemimpin cult. Sebaliknya ketiga ciri inilah yang menjadikan seorang pemimpin, baik itu pemimpin di dalam rumah tangga, pekerjaan, pelayanan maupun masyarakat akan menjadi seorang pemimpin yang berhasil sampai akhir. Kepemimpinannya akan membawa dampak yang besar dalam hidup orang yang ia pimpin, dan pada saat yang sama keberhasilannya akan bertahan sampai akhir. Itulah kepemimpinan yang menjadikan hidup orang lain bermakna, sebab ia sendiri hidup dalam kehidupan yang bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar