Dalam sebuah pertemuan dari Persekutuan Para Atlet Kristen atau the Fellowship of Christian Athletes, Bobby Richardson, mantan atlet baseball New York Yankee menyampaikan doa yang di kemudian hari dikenal sebagai doa yang tersingkat namun terakurat. Doa tersebut berbunyi demikian: “Tuhan Yesus, kehendak-Mu, tidak lebih, tidak kurang, tidak ada yang lain. Amin.” Bagi sebagian orang mungkin doa yang sesingkat tersebut dianggap kurang menyentuh hati, sebab belum sempat orang mencerna apa yang didoakan oleh yang bersangkutan doa itu sendiri telah berakhir. Bahkan bagi sebagian orang bila seseorang berdoa dengan sangat singkat maka yang bersangkutan dianggap kurang cukup bersungguh-sungguh di dalam berdoa. Sebab merupakan pandangan yang umum apabila seseorang mampu berdoa dengan khusyuk selama berjam-jam maka orang itu dipandang sebagai seorang yang memiliki kehidupan rohani yang matang.
Tentang hal tersebut Yesus mengajarkan hal yang berbeda. Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menilai kehidupan rohani seseorang dari apa yang dilakukannya secara lahiriah belaka, tetapi Ia memandang sampai ke dalam hati manusia dan mengukur kerohanian orang berdasarkan motivasi yang melatar belakangi tindakan lahiriah yang bersangkutan. Sehingga bisa jadi suatu doa yang panjang lebar dan berjam-jam dipandang sebagai kesia-siaan oleh Tuhan dan tidak mengundang jawaban-Nya. Sebagaimana tentunya suatu doa yang pendek tidak dengan sendirinya menunjukkan doa yang penuh dengan iman.
Ajaran Tuhan Yesus tentang sikap hati yang benar di dalam berdoa ini dicatat di dalam Matius 6:5-8.
Matius 6:5-8
5 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. 7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. 8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.
I. Doa orang munafik
Sebagaimana dengan bagian khotbah-Nya yang sebelumnya, di mana Yesus mengungkapkan tidak semua perbuatan baik terhadap orang miskin atau sedekah berharga di mata Tuhan, demikian juga dengan doa. Tidak semua doa akan mendatangkan upah dari Tuhan. Hal ini sangat tergantung kepada sikap hati atau motivasi dari yang melakukannya. Apabila pemberian sedekah maupun doa itu dilakukan dalam kemunafikan kedua hal tersebut sama sekali tidak membuat Tuhan terkesan.
Kemunafikan tersebut adalah bila seseorang melakukan apa yang baik dengan tujuan untuk memperoleh pujian, sehingga dengan demikian ia dapat menutupi kebobrokan dirinya yang sebenarnya. Karena itu yang bersangkutan dengan sengaja melakukan kegiatan keagamaan yang baik itu di depan umum supaya dilihat orang.
Tentang hal tersebut Tuhan Yesus berkata demikian di dalam Matius 6:5, “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.”
Dengan berkata demikian sesungguhnya Yesus sedang menyindir para pemimpin agama Yahudi yang suka berdoa dalam rumah-rumah ibadat maupun di tikungan jalan agar dianggap sebagai orang yang saleh. Yesus mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan itu sebenarnya merupakan cermin dari kemunafikan dan tidak akan mendatangkan upah dari Tuhan, sebab mereka sudah mendapatkan upahnya yaitu pujian dari manusia.
Perlu dicatat bahwa bukan dengan demikian maka seseorang tak boleh memimpin doa di depan umum. Sebab di dalam catatan keempat Injil ditulis bahwa Yesus juga berdoa di depan umum. Seperti misalkan sebelum Ia membangkitkan Lazarus dari kematian sebagaimana yang ditulis di dalam Yohanes 11:41-42 Ia terlebih dahulu berdoa kepada Allah Bapa di depan orang banyak yang menyertai-Nya ke kubur Lazarus.
Juga hal ini tidak berarti kita tidak perlu dan tidak boleh berdoa saat akan menikmati makanan di tempat umum seperti misalnya di sebuah rumah makan. Ataupun kalau kita berdoa, yang harus kita lakukan adalah dengan mengucapkannya di dalam hati dan dengan mata terbuka serta bersikap pura-pura tidak sedang berdoa supaya tak ada orang yang tahu bahwa sesungguhnya kita sedang berdoa. Bukan, tentunya tidak demikian. Yang Yesus maksudkan di sini adalah sikap hati yang ingin mencari pujian orang.
Berdoa di depan umum adalah hal yang patut selama hal itu memang semustinya dilakukan secara sedemikian dan bukan dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari manusia. Sehingga dengan demikian doa itu hanya suatu kepura-puraan saja, sebab ia bukan lahir dari keinginan hati untuk berbicara kepada Tuhan.
II. Doa orang yang rendah hati
Sebaliknya dari sikap munafik di dalam berdoa, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa doa yang mendatangkan jawaban Tuhan adalah doa yang dilakukan di tempat yang tersembunyi. Tentang hal itu di dalam Matius 6:6 Ia berkata demikian: “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Apa yang Yesus ajarkan ini tidak boleh dipahami secara harafiah, bahwa hanya doa yang dilakukan di dalam kamar yang tertutup saja dan yang dilakukan di tempat yang tersembunyi saja yang akan didengar dan dikabulkan Tuhan. Sebab tentu bukanlah lokasi doa yang menentukan apakah suatu doa terjawab atau tidak, namun sikap hati di dalam berdoa itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh Yesus, tujuan orang yang munafik dalam berdoa di depan umum adalah dengan maksud agar dilihat serta dipuji orang, sehingga motivasi di baliknya adalah kesombongan diri yang bersangkutan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa latar belakang mengapa orang berdoa di tempat yang tersembunyi seperti yang Ia nasihatkan adalah karena sikap kerendahan hati. Sikap inilah yang menjadi faktor pertama yang menentukan apakah suatu doa akan didengar Tuhan atau tidak.
Hubungan antara kerendahan hati dengan doa sangatlah erat dan tak terpisahkan. Sebab pada dasarnya doa merupakan ungkapan rasa kebergantungan seseorang kepada Tuhan yang bersumber dari kerendahan hati yang bersangkutan. Orang yang sombong tidak akan merasa perlu bergantung kepada Tuhan. Ia akan merasa bahwa dirinya mampu mengatasi semua persoalan dalam kehidupannya dengan kemampuan dan pengalamannya sendiri.
Itu sebabnya kalau orang sombong berdoa, dapat dipastikan bahwa doa yang bersangkutan adalah doa yang penuh kemunafikan. Karena antara doa dan kesombongan merupakan dua hal yang bertolak belakang. Sehingga doa yang bersangkutan sekedar suatu sandiwara yang tidak bersumber dari dalam hati yang tulus. Suatu sandiwara yang dilakukan dengan tujuan untuk menutupi keberadaan dirinya yang sebenarnya dan untuk memperoleh pujian orang.
Sedangkan orang yang rendah hati akan menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang terbatas. Itu sebabnya ia tidak hanya mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa dirinya memerlukan pertolongan Tuhan. Rasa kebergantungan kepada Tuhan itulah yang ia ungkapkan melalui doa. Orang yang rendah hati dan menyadari bahwa ia perlu bergantung kepada Tuhan tanpa usah disuruh pun yang bersangkutan pasti akan berdoa. Doa yang sejati, genuine, doa yang bersumber dari kerendahan hati inilah yang Yesus katakan akan didengar oleh Tuhan.
III. Doa orang yang beriman
Terlebih lagi kalau doa itu dipanjatkan dengan iman, yaitu dengan yakin bahwa Tuhan adalah pribadi yang berdaulat. Artinya Dia maha tahu dan penuh dengan kuasa sehingga pasti sanggup mengabulkan doa kita. Orang yang penuh iman sadar bahwa dirinya tidak akan mampu untuk memaksa Tuhan dengan doanya. Sebab bila Tuhan dapat dipaksa atau didikte berarti Ia bukan pribadi yang berdaulat alias kuasa-Nya terbatas. Kalau saya dapat memaksa seseorang untuk melakukan apa yang saya kehendaki, berarti saya lebih berkuasa dari pada yang bersangkutan. Demikian juga kalau Tuhan dapat dipaksa, termasuk dipaksa dengan doa, maka berarti si pendoa lebih berkuasa dari diri Tuhan. Dan bila sipendoa lebih berkuasa dari Tuhan, tentu tidak perlu ia berdoa kepada Tuhan.
Itulah yang Yesus katakan tentang doa yang bertele-tele. Sebab di satu sisi orang berdoa dengan bertele-tele di depan umum, seperti orang-orang Farisi, dengan tujuan untuk memperoleh pujian dari manusia. Di sisi lain orang melakukan hal tersebut dengan anggapan melaluinya ia dapat memojokkan dan membuat Tuhan mau tak mau harus menjawab doanya!
Tentang hal tersebut di dalam Matius 6:7-8 Tuhan Yesus berkata: “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”
Bila seseorang berdoa dengan penuh iman, ia tidak akan berpikir bahwa dirinya perlu meyakinkan serta memaksa Tuhan terlebih dahulu dengan doa yang bertele-tele baru Tuhan akan menjawab doanya. Ia tahu bahwa Tuhan adalah pibadi yang penuh kuasa, sehingga mengetahui apa yang ia perlukan sebelum hal tersebut disampaikan kepada Tuhan.
Hal ini bukan berarti bahwa orang harus berdoa dengan sesingkat-singkatnya, dan tak perlu serta tak boleh berdoa dalam waktu yang lama.Tidak! Sebab seperti yang dicatat di dalam Lukas 6:12 Yesus pun berdoa semalam-malaman, artinya berdoa dengan waktu yang sangat panjang. Seseorang yang berdoa dalam waktu yang panjang dan bukan dengan bertele-tele adalah karena keakrabannya dengan Tuhan, sehingga ia menikmati saat-saat persekutuannya dengan Allah Bapa melalui doa.
Saudara-saudari, sebagaimana bukan karena tempat dimana orang berdoa, demikian juga bukan karena panjang pendeknya doa, maka Tuhan akan mengabulkan suatu doa. Yang menentukan keefektifan doa adalah sikap hati dari si pendoa. Bila doa tersebut lahir dari sikap yang penuh kerendahan hati dan iman, maka doa yang seperti itulah yang berkenan kepada Tuhan. Bila doa itu dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, bukan lahir dari kemunafikan, maka doa yang semacam itulah yang akan mendatangkan jawaban Tuhan. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar