It is Well with My Soul adalah salah lagu pujian yang sangat menyentuh hati, bukan hanya oleh karena keelokan rangkaian nadanya maupun keindahan kalimat syairnya, tetapi terlebih lagi karena latar belakang sejarah dari penggubahannya. Syair lagu yang ditulis oleh Horatio Spafford, seorang ahli hukum dari kota Chicago ini mengisahkan perasaan hatinya sesudah dirinya melewati rangkaian peristiwa yang sangat memedihkan hati.
Peristiwa yang pertama adalah meninggalnya putra tunggalnya pada tahun 1871. Beberapa bulan kemudian kota Chicago mengalami kebakaran hebat yang memusnahkan sebagian besar pusat kota tersebut. Peristiwa ini mendatangkan kerugian keuangan yang sangat besar bagi penduduk kota Chicago, termasuk pada diri Spafford yang saat itu sudah menjadi seorang pengacara yang berhasil. Investasi yang ia lakukan dalam bentuk membangun perumahan dekat danau Michigan musnah oleh kebakaran tersebut.
Dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1873 ia bermaksud untuk melakukan perjalanan dengan anak-anak dan istrinya ke Eropa. Tujuan dari perjalanan tersebut selain untuk berlibur adalah juga untuk mengikuti acara ibadah kebangunan rohani yang dilayani oleh penginjil dari Chicago yang sangat terkenal, D.L. Moody di Inggris. Pada hari seharusnya mereka berangkat dengan kapal Ville du Havre suatu urusan pekerjaan yang mendadak memaksa Horatio Spafford untuk menunda kepergiannya. Alhasil istrinya dan keempat putrinya tetap berangkat sedangkan dirinya tetap tinggal di Chicago dan akan menyusul sesudah urusan pekerjaannya selesai.
Pada tanggal 22 November saat kapal Ville du Havre melintasi lautan Atlantik ia ditabrak oleh kapal layar Loch Earn dan dalam hitungan menit saja karam ke dasar lautan. Keempat putri Spafford meninggal karena tenggelam sedangkan istrinya tertolong. Ketika istri Spafford mendarat di kota Cardiff di pulau Wales ia mengirim berita melalui telegram kepada suaminya yang berupa dua kata saja: “Saved alone,” selamat seorang diri.
Horatio Spafford pun segera menyusul istrinya dengan kapal yang lain. Di saat kapal yang ia tumpangi berlayar di daerah di mana keempat putri yang ia kasihi tenggelam Spafford mengambil pena dan menulis syair yang antara lain berbunyi: “When sorrows like sea billows roll; Whatever my lot, Thou has taught me to say, it is well, it is well, with my soul.” Ketika penderitaan bergulung-gulung seperti ombak lautan; Apapun bagian pengalaman hidupku, Engkau telah mengajar diriku untuk berkata, nyamanlah, nyamanlah jiwaku.” Di tempat itu dan dari seorang pribadi yang sedang mengalami terpaan badai kehidupan itu lahirlah lagu It is Well with My Soul, atau Nyamanlah Jiwaku.
Syair lagu ini antara lain mengungkapkan ketabahan iman seseorang pengikut Kristus karena ia menyadari bahwa Yesus telah menebus hidupnya, memberikan jaminan keselamatan dan tetap memegang kendali akan kehidupannya. Hal tersebut memang tercermin di dalam rangkaian peristiwa yang terjadi saat Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah Bapa dan mati di kayu salib. Rangkaian peristiwa yang menunjukkan bahwa melalui karya penebusan-Nya di kayu salib Yesus telah membuka jalan bagi manusia untuk mengalami perdamaian dengan Allah Bapa, memberikan jaminan keselamatan yang antara lain dalam bentuk kebangkitan dari kematian dan jaminan masa depan oleh karena kedaulatan-Nya itu antara lain dicatat di dalam Matius 27:51-56.
Perdamaian dengan Allah Bapa oleh pengorbanan Yesus
Sesudah enam jam berada di kayu salib, yaitu dari jam sembilan pagi sampai jam tiga petang sebagaimana yang dicatat di dalam Markus 15:25,33 maka Yesus pun menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah Bapa. Selama enam jam tersebut di dalam catatan keempat kitab Injil Ia mengucapkan tujuh kalimat, yaitu yang pertama dicatat dalam Lukas 23:34 yang berbunyi: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Yang kedua dicatat di dalam Lukas 23:43 sedemikian: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Yang ketiga dicatat di dalam Yohanes 19:26-27 dimana Ia berkata sebagai berikut: "Ibu, inilah, anakmu! Inilah ibumu!" Yang keempat dicatat antara lain di dalam Matius 27:46 yang berarti: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Yang kelima dicatat di dalam Yohanes 19:28 dimana Ia berkata: "Aku haus!" Yang keenam dicatat di dalam Yohanes 19:30 yaitu: "Sudah selesai." Yang terakhir, yaitu yang ketujuh dicatat di dalam Lukas 23:46 dimana Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”
Ketujuh kalimat tersebut menggambarkan penderitaan, kasih, kesetiaan dan kuasa Yesus di dalam pengorbanan-Nya di kayu salib. Pengorbanan yang menebus manusia dari dosa–dosa mereka, dan memperdamaikan mereka dengan Allah Bapa. Perdamaian tersebut ditandai dengan terbelahnya tabir di dalam Bait Suci saat Yesus menyerahkan nyawa-Nya. Peristiwa tersebut ditulis di dalam Matius 27:51 sebagai berikut: “Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah.”
Tabir ini adalah kain tebal yang tergantung dan memisahkan Ruang Mahakudus dengan Ruang Kudus di dalam Bait Allah. Sebagaimana dengan namanya, ruangan yang disebut sebagai Ruang Mahakudus tersebut menurut ketetapan kitab Taurat merupakan ruangan yang sangat kudus yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang sebab di dalamnya disimpan Tabut Perjanjian yaitu peti yang disalut dengan emas murni yang menggambarkan kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya. Hanya imam besar saja yang dizinkan untuk memasuki ruangan tersebut setahun sekali dengan membawa darah hewan korban yaitu pada hari raya Pendamaian dan ukupan emas yang berisi dupa. Di hadapan Tabut Perjanjian tersebut sang imam besar harus memercikkan darah hewan korban yang dibawanya, tujuh kali di depan tabut dan tujuh kali di atas tutup tabut, dan dengan jalan demikian ia memperdamaikan bangsa Israel dengan Tuhan setahun sekali.
Terbelahnya tabir tersebut pada saat kematian Yesus menandakan bahwa Yesus telah memperdamaikan manusia dengan Allah Bapa melalui pengorbanan-Nya, sehingga dengan demikian jalan masuk kepada takhta Tuhan sudah terbuka. Manusia yang dahulu adalah seteru Tuhan karena dosa-dosa mereka sekarang diterima-Nya sebagai umat dan anak-anak-Nya sendiri.
Jaminan keselamatan oleh pengorbanan Yesus
Di samping itu kematian Yesus diiringi dengan gempa bumi yang mengakibatkan tanah terbelah dan kuburan-kuburan di sekitar kota Yerusalem terbuka. Bukan itu saja, banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit dari kematiannya, dan saat Yesus mengalami kebangkitan pada hari yang ketiga dari kematian-Nya maka merekapun keluar dari kubur mereka. Mengenai peristiwa ini di dalam Matius 27:51-53 dicatat sebagai berikut: “dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.”
Tentang terjadinya gempa bumi dan terbukanya tanah dan kuburan-kuburan oleh karena gempa bumi tersebut tidaklah sukar untuk memahaminya. Tetapi peristiwa kebangkitan sebagian dari orang-orang kudus ini karena merupakan peristiwa yang sangat adikodrati akibatnya menimbulkan berbagai macam penafsiran. Namun apapun penafsiran yang dibuat orang tentang peristiwa ini, ada dua hal yang dapat disepakati tentangnya. Yang pertama yaitu saat kematian Yesus orang-orang kudus tertentu yang telah meninggal bangkit dari kematiannya karena memperoleh anugerah khusus dari Tuhan yang tidak dijelaskan alasannya. Yang kedua sesudah Yesus bangkit dari kematian-Nya mereka juga keluar dari kubur mereka sehingga mengalami kebangkitan seperti yang dialami oleh Yesus.
Anugerah yang mereka alami itu merupakan anugerah yang sangat khusus karena di saat itu tidak semua tokoh iman masa Perjanjian Lama yang disebut sebagai orang kudus itu mengalami kebangkitan yang sama. Anugerah ini membuktikan bahwa oleh pengorbanan Yesus orang-orang yang beriman kepada Tuhan baik yang meninggal sebelum Yesus maupun yang sesudahnya akan mengalami kebangkitan dan menerima keselamatan yang telah Ia sediakan. Peristiwa kebangkitan yang sangat khusus ini Tuhan lakukan dengan maksud untuk menegaskan bahwa di dalam pengorbanan Yesus terkandung jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Kemahakuasaan Yesus
Gempa bumi yang terjadi saat kematian Yesus ini merupakan peragaan dari kuasa-Nya yang menunjukkan kemahakuasaan Yesus. Sedemikian dahsyat kuasa yang Ia peragakan di dalam kematian-Nya sehingga kepala pasukan dan para prajurit yang telah terlatih berperang dan seharusnya tidak mengenal rasa takut pun sangat ketakutan. Tentang hal tersebut di dalam Matius 27:54 dicatat sebagai berikut: Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: "Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah."
Kuasa Tuhan yang ditunjukkan saat kematian Yesus ini membuat mereka menyadari bahwa pribadi yang telah mereka salibkan bukanlah seorang manusia biasa, tetapi pribadi yang mahakuasa. Itu sebabnya mereka mengakui bahwa sungguh Yesus adalah Anak Allah seperti yang mereka dengar dalam olok-olokan yang diucapkan oleh para pemuka agama Yahudi. Bahkan bukan hanya kepala pasukan dan para prajurit itu saja yang menyadari hal ini, banyak orang yang menyaksikan penyaliban Yesus juga menyadari akan hal tersebut. Itu sebabnya di dalam Lukas 23:48 dicatat sedemikian: “Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri.”
Detik kematian-Nya, Yesus telah membuktikan bahwa Ia adalah Sang Mesias yang sejati, yaitu Tuhan yang Mahakuasa yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Melalui pengorbanan-Nya Ia telah menebus manusia dari dosa-dosa mereka dan memperdamaikan mereka dengan Allah Bapa. Itulah kuasa dari salib Kristus, di mana melaluinya setiap orang yang percaya kepada-Nya menerima jaminan keselamatan yang pasti dan kehidupan kekal bersama dengan Tuhan untuk selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar