“Tora, Tora, Tora,” merupakan kata sandi yang sangat legendaris dalam Perang Dunia Kedua. Kata sandi ini disampaikan pada tanggal 7 Desember 1941oleh Kapten Mitsuo Fuchida, komandan kelompok pesawat tempur Angkatan Udara Jepang,sebagai tanda bahwa skuadron yang dipimpinnya telah berhasil melaksanakan tugas yaitu melakukan serangan mendadak terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor. Sementara pesawat pengebom yang ia kemudikan meninggalkan Pearl Harbor yang dalam keadaan luluh lantak, ia menyampaikan pesan rahasia ini melalui radio kepada pusat komando Skuadron Pertama Angkatan Udara Jepang yang berada di kapal induk Akagi.
Seusai Perang Dunia Kedua Mitsuo Fuchida dihadapkan kepada pengadilan militer tentara Sekutu untuk memberikan kesaksian tentang kekejaman tentara Jepang terhadap para tahanan militer. Fuchidasendiri merasa bahwa kekejaman itu merupakan hal yang wajar di dalam suatu peperangan. Namun hatinya menjadi terusik ketika ia bertemu dengan Kazuo Kanegasaki, mantan ahli teknik pesawat tempurnya yang dikiranya sudah gugur dalam pertempuran di Midway. Kanegasaki yang baru saja dibebaskan dari tawanan perang tentara Amerika itu menceritakan perlakuan yang baik yang ia alami selama sebagai tawanan perang, antara lain oleh seorang pemudi Amerika yang kedua orang tuanya menjadi utusan Injil dan dibunuh oleh tentara Jepang di pulau Panay, Filipina.
Kisah tentang pemudi yang memperlakukan para tawanan perang dengan penuh hormat itu sangat mengganggu hati Mitsuo Fuchida. Ia ingin mengetahui apa yang membuat pemudi tersebut bersedia memperlakukan tawanan perang yang notabene adalah tentara dari negara yang membunuh kedua orangtuanya dengan penuh kasih dan hormat.
Pada musim gugur tahun 1948 sementara ia berjalan di halaman stasiun kereta api Shibuya di Tokyo seseorang memberinya sebuah pamflet berisi kesaksian hidup seorang anggota angkatan udara Amerika Serikat, Jacob DeShazer yang berjudul “Saya Pernah Menjadi Tawanan Jepang.” Di dalam pamflet tersebut DeShazer mengisahkan penderitaan dan siksaan yang ia alami selama menjadi tawanan tentara Jepang dan bagaimana Tuhan menguatkan dirinya serta memampukan dirinya untuk mengampuni para tentara Jepang yang telah menyiksa dirinya. Kisah ini membuat Fuchida semakin ingin mengenal kekristenan.
Setengah tahun kemudian, yaitu di musim semi tahun 1949 kembali saat Fuchida berjalan di halaman stasiun kereta api Shibuya dirinya bertemu dengan seseorang yang sedang menjual Alkitab Perjanjian Baru. Ia membeli dan membaca kitab itu. Akibatnya iapun menjadi paham mengapa pemudi yang dikisahkan temannya, Kazuo Kanegasaki, bersedia mengampuni musuhnya. Hal ini mendorong dirinya untuk mengambil keputusan mejadi seorang pengikut Yesus. Dua tahun kemudian ia menyerahkan dirinya utnuk menjadi seorang pemberita Injil. Iapun menuliskan riwayat hidupnya di dalam sebuah buku yang diberi judul From Pearl Harbor to Golgotha, dari Pearl Harbor sampai kepada Golgota. Sampai akhir hayatnya di tahun 1976 Mitsuo Fuchida telah pergi ke berbagai penjuru dunia untuk mewartakan apa yang Tuhan sudah lakukan untuk mengubah kehidupannya.
Kisah hidup Mitsuo Fuchida ini merupakan salah satu bukti bahwa Tuhan adalah pribadi yang mau dan mampu mengubah kehidupan manusia. Perubahan inilah yang disimpulkan oleh penduduk Dekapolis saat mereka menyaksikan Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan gagap dengan kalimat: "Ia menjadikan segala-galanya baik.”Pernyataan ini sendiri menunjukkan tiga kebenaran tentang perubahan yang Tuhan lakukan di dalam hidup manusia. Yang pertama, Tuhan mampu melihat kemungkinan-kemung-kinan di dalam diri kita yang kita sendiri tidak mampu untuk melihatnya. Yang kedua, Tuhan mampu mengubah hal-hal yang kita sendiri tidak mampu untuk mengubahnya. Yang ketiga, Tuhan telah membayar harga yang kita tidak mampu untuk membayarnya.Tuhan mampu melihat kemungkinan-kemungkinan di dalam diri kita Di saat orang tidak lagi melihat adanya kemungkinan bagi orang-orang yang dalam keadaan tuli dan bisu untuk mengalami kesem-buhan, Tuhan mampu melihat kemungkinan tersebut. Apabila di masa Yesus hidup di dunia dua ribu tahun yang lampau mereka yang dalam tuli dan bisu dianggap sebagai orang-orang yang tidak berguna serta tidak memiliki masa depan, Tuhan mampu melihat bahwa ada masa depan yang baru bagi mereka.
Dengan kata lain, di saat orang telah merasa putus asa dengan dirinya sendiri, sesungguhnya Tuhan tidak pernah merasa berputus asa terhadap diri yang bersangkutan. Ketika orang tidak lagi mampu mengharapkan hari esok yang lebih baik bagi rumah tangganya, pekerjaannya maupun masa depannya, Tuhan tetap mampu melihat kemungkinan-kemungkinan yang indah bagi masa depannya.Tuhan mampu mengubah hidup kita Mengapa Tuhan tidak pernah berputus asa? Sebab tidak ada perkara yang mustahil bagi Dia. Artinya tidak ada yang sukar bagi Tuhan sehingga Ia tidak mampu mengerjakannya. Apabila dua ribu tahun yang lampau orang yang tuli dan bisu tidak akan mampu menyembuhkan dirinya, Tuhan sanggup untuk menjadikan mereka yang tuli mendengar dan mereka yang bisu berkata-kata. Apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh manusia, Tuhan mampu untuk melakukannya.
Kuasa Tuhan yang tidak terbatas merupakan jaminan bahwa sungguh tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Persoalan yang serumit apapun juga bagi manusia sama sekali tidak sukar bagi Tuhan untuk menyelesaikannya. Dan bukan saja kuasa-Nya tidak terbatas, tetapi juga tidak pernah berubah. Artinya bila dua ribu tahun yang lampau Ia sanggup "menjadikan segala-galanya baik,” hari inipun Ia tetap sanggup melakukan hal yang sama.
Ia mampu mengubah kehidupan rohani manusia dengan menyelamatkan mereka dari hukuman dosa dan menolong mereka untuk hidup selaras dengan kehendak-Nya. Ia mampu mengubah kehidupan jiwani manusia dengan memberikan damai sejahtera yang limpah dalam diri mereka. Ia mampu mengubah kehidupan sosial manusia, sehingga mereka hidup di dalam damai dengan sesama. Ia mampu mengubah kehidupan jasmaniah manusia, yaitu dengan menyembuhkan mereka maupun memulihkan ekonomi mereka.Tuhan mau membayar harga untuk mengubah hidup kita Lebih jauh lagi, bukan hanya Tuhan mampu mengubah kehidupan kita, Iapun mau melakukannya. Apabila kuasa-Nya mengakibatkan Ia mampu menyediakan hari depan yang baru, maka kasih-Nya mengakibatkan Ia mau membuka lembaran yang baru di dalam kehidupan kita. Kasih inilah yang membuat Ia bersedia menerima manusia yang penuh dengan segala kekurangan. Kasih inilah yang membuat Ia bersedia membayar harga yaitu dengan mengorbankan diri-Nya bagi manusia yang berdosa.
Dengan kata lain, harga keselamatan dari hukuman dosa yang tidak mungkin dibayar oleh manusia dengan harga apapun juga, telah Ia bayar melalui kedatangan-Nya ke dunia dan kematian-Nya di kayu salib. Ketidakberdayaan manusia inilah yang digambarkan melalui ketidakberdayaan si orang bisu tuli untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Kesediaan Tuhan untuk membayar harga itulah yang digambarkan melalui kesediaan-Nya memberikan waktu untuk menyembuhkan yang bersangkutan.
Kasih karunia-Nya inilah yang membuka jalan bagi titik balik perubahan untuk Fuchida dan si orang gagap serta tuli di Dekapolis. Titik balik yang terjadi karena Tuhan memiliki rencana yang indah bagi diri mereka, Tuhan mampu mengubah hidup mereka dan Tuhan bersedia membayar harga untuk menolong mereka.
Tiga hal ini pulalah yang menjadi dasar bagi kita untuk dapat mengharapkan titik balik bagi kehidupan kita di tahun 2011. Rencana, kuasa dan kasih Tuhan Yesus yang memberikan jaminan bahwa Ia akan "menjadikan segala-galanya baik.” Apabila kita sungguh-sungguh memasrahkan diri dalam penyerahan diri dan iman kepada Tuhan, maka kita dapat mengharapkan tahun 2011 akan menjadi Tahun Titik Balik, the Year of Turning Point, di mana kita akan melihat hal-hal yang menakjubkan terjadi dalam kehidupan rohani, rumah tangga, pelayanan, karier, usaha, dan kesehatan kita.
Bagus banget artikelnya, menyadarkan saya untuk mengisi tahun 2011 ini dengan hal yang positif dan kembali mengalami titik balik dari hal-hal yang buruk, serta memasrahkan diri dalam penyerahan diri kepada Tuhan. Thanks, fajar!
BalasHapus