Beberapa waktu yang lalu saya membeli sebuah buku yang berisi koleksi foto-foto jurnalistik yang merekam peristiwa-peristiwa yang monumental dalam sejarah dunia. Seperti misalkan foto penandatanganan surat pernyataan kalah perang dari pemerintah Jepang kepada tentara Sekutu di atas kapal USS Missouri. Foto peruntuhan tembok Berlin. Foto seorang pemuda yang berdiri di depan barisan tank untuk menghentikan keempat kendaraan lapis baja yang sedang bergerak menuju ke lapangan Tienanmen Beijing untuk memadamkan demonstasi mahasiswa di sana. Dan masih banyak foto-foto bersejarah lainnya.
Namun di antara ratusan foto yang menggetarkan hati dalam buku tersebut ada sebuah foto yang sangat menyentuh hati saya. Foto presiden John F Kennedy yang dibuat pada tahun 1962 dan dipublikasikan di majalah Life. Di dalam foto tersebut nampak presiden Kennedy sedang duduk di sebuah kursi di kantor kepresidenan Amerika Serikat, the Oval Office di Gedung Putih. Ia sedang bertepuk tangan sementara kedua anaknya yang masih kecil, Caroline yang berusia 5 tahun dan John Jr. yang berusia 2 tahun sedang menari dengan riang di dalam ruangan kantor yang sangat terkenal itu.
Foto ini sangat mengesankan hati saya bukan karena saya seorang penggemar berat dari presiden Kennedy, tetapi karena mengingatkan saya akan hak istimewa yang dimiliki oleh seorang anak presiden. Apabila tidak sembarang orang boleh bertemu dengan seorang presiden Amerika Serikat, anak-anak yang bersangkutan dapat bermain-main dengannya. Kalau tak sembarang orang boleh memasuki the Oval Office, anak-anak presiden Amerika Serikat boleh menari-nari di dalamnya tanpa mengalami masalah dengan dinas rahasia Amerika Serikat. Yang membedakan dan menentukan hak-hak istimewa ini adalah relasi mereka dengan sang presiden. Karena anak-anak tersebut memiliki relasi yang istimewa, yaitu sebagai anak dari sang presiden, maka mereka memiliki hak-hak istimewa yang tak semua orang dapat memperolehnya.
Hal yang sama terjadi bila kita hidup sebagai anak dari Allah Bapa. Pentingnya relasi dengan Allah Bapa itulah yang Yesus utarakan di dalam khotbah-Nya di dalam Matius 7:7-11. Di sana Ia memaparkan kaitan antara relasi kita dengan Tuhan dan jawaban terhadap doa.
Matius 7:7-11
7 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, 10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan? 11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
I. Janji jawaban terhadap doa
Sesudah memaparkan tentang relasi kita dengan sesama di mana Yesus mengemukakan tentang bahaya dari kemunafikan baik dalam diri kita maupun dalam diri orang lain, lebih lanjut Ia menjelaskan peranan relasi kita dengan Tuhan terhadap keefektifan doa. Untuk itu Ia memulainya dengan janji bahwa Tuhan akan menjawab doa umat-Nya dengan berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Di sini Ia menggambarkan doa sebagai langkah meminta, mencari dan mengetok pintu. Walaupun wujud dari ketiga tindakan ini berbeda satu sama lain, namun pada dasarnya tujuan dari ketiganya adalah sama yaitu suatu upaya untuk memperoleh sesuatu. Yang membedakan adalah intensitas dari upaya tersebut.
Apabila seorang anak sedang berada dekat dengan orang tuanya, untuk memperoleh apa yang ia inginkan si anak akan meminta kepada orang tuanya. Ingat waktu Yesus memaparkan khotbah-Nya ini belum ditemukan telpon atau alat komunikasi canggih lainnya, sehingga bukan seperti di masa sekarang di mana seorang anak dapat berbicara kepada orang tuanya dengan mudah walaupun mereka sedang berada di negara yang berjauhan. Pada masa itu untuk berbicara secara lisan, diperlukan jarak yang dekat antara satu dengan yang lain.
Karena itu bila sang anak tidak melihat orang tuanya, ia harus mencari orang tuanya terlebih dahulu baru ia dapat meminta apa yang ia inginkan. Sedangkan bila orang tuanya sedang berada di ruangan yang lain, ia harus mengetok pintu dengan harapan orang tuanya bersedia membuka pintu, menemui yang bersangkutan untuk mendengar permintaannya.
Semua ini menunjukkan upaya yang sungguh-sungguh dari seorang anak pada setiap tahap usia untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Apabila anak ityu masih kecil, ia akan selalu berada di dekat ayah atau ibunya, sehingga setiap saat ia memerlukan sesuatu ia cukup berkata untuk meminta apa yang ia perlukan. Apabila ia sudah mulai remaja dan telah disapih sehingga tidak selalu berada di dekat ayah atau ibunya, untuk mendapatkan apa yang ia perlukan maka ia harus terlebih dahulu mencari mereka. Dan bila ia sudah dewasa sehingga tidak lagi tinggal serumah dengan ayah ibunya, untuk menemui mereka dan memperoleh apa yang ia perlukan maka ia harus mengetok pintu rumah orang tuanya terlebih dahulu.
Namun yang indah, pada tahap usia yang manapun, seperti yang Tuhan Yesus kemukakan, setiap kali si anak memohon kepada orang tuanya maka ia akan akan mendapatkan apa yang ia harapkan. Kepada yang meminta akan diberikan, yang mencari akan mendapat; dan bagi yang mengetok pintu akan dibukakan baginya.
Bila itu dikaitkan dengan tahap perjalanan rohani kita sebagai seorang pengikut Kristus, pada tahap kedewasaan rohani yang manapun, entah kita baru menjadi seorang pengikut Kristus sehingga dapat dipersamakan seperti seorang anak-anak yang masih hidup dalam asuhan orang tuanya, atau sudah mulai remaja dalam iman ataupun sudah dewasa di dalam kerohanian, perlakuan Tuhan tetap sama. Setiap saat kita memerlukan pertolongan-Nya, Ia selalu bersedia menjawab doa kita. Bahkan dengan tegas di dalam Matius 7:8 Tuhan Yesus berkata demikian: “Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”
II. Jaminan jawaban terhadap doa
Lebih jauh lagi di dalam Matius 7:9-10 Yesus memberikan jaminan kepastian bahwa janji yang Ia utarakan yaitu bahwa doa kepada Tuhan tidak akan sia-sia. Jaminan tersebut dipaparkan-Nya dengan menggunakan suatu analogi tentang apa yang akan dilakukan oleh seorang ayah atau ibu terhadap permohonan anaknya sebagai berikut: “Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?”
Analogi ini Ia sampaikan dalam suatu bentuk pertanyaan, sehingga dengan demikian setiap orang yang mendengarnya boleh untuk menyangkalnya bila apa yang Ia kemukakan itu tidak benar. Hal ini menunjukkan bahwa jaminan yang Ia berikan adalah sesuai dengan akal sehat dan realita kehidupan. Atau dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa iman terhadap janji Tuhan adalah bersifat selaras dengan akal sehat dan realita kehidupan. Memang kita harus menerima janji Tuhan dengan iman, dan iman tidak dapat dibatasi oleh rasio atau akal manusia, namun iman tidak akan pernah bertentangan dengan akal sehat atau common sense. Kalau Yesus sendiri mengajak orang untuk menggunakan common sense atau akal sehat guna menimbang kebenaran janji-Nya, maka berarti adalah sama sekali tidak keliru untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu walaupun iman tidak dapat dibatasi oleh dunia alamiah namun ia tidak akan bertentangan dengan realita kehidupan. Bila Yesus berkata bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan dan ternyata dalam realita kehidupan Ia tidak sanggup menolong manusia melebihi batas akal manusia, maka berarti janji-Nya tidak dapat diandalkan.
Berdasarkan akal sehat dan realita kehidupan tidak ada seorang ayah atau ibu yang akan memberi batu kepada anaknya yang meminta roti, atau memberi ular kepada anaknya yang meminta ikan. Karena itu di dalam Matius 7:11Ia berkata demikian: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Kembali Yesus mengajak para pendengar-Nya menggunakan akal sehat untuk menarik kesimpulan tentang argumentasi yang Ia sampaikan. Dalam hal ini yaitu bila seorang manusia yang jahat saja masih memiliki nurani untuk memberikan yang baik sesuai dengan permintaan anaknya, apalagi Allah Bapa yang kebaikan-Nya melampaui manusia yang terbaik.
III. Syarat jawaban terhadap doa
Namun apakah dengan demikian berarti semua permohonan manusia pasti dengan sendirinya akan Tuhan kabulkan? Tentu saja tidak. Sebab bila semua permohonan manusia Ia kabulkan pasti kehidupan manusia akan menjadi kacau balau, sebab kita mengetahui bahwa tidak semua permohonan manusia bersifat sehat.
Dengan memperhatikan apa yang Yesus tuturkan di dalam Matius 7:7-11 kita dapat menarik tiga pelajaran penting tentang suatu doa yang akan dijawab oleh Tuhan. Yang pertama doa tersebut haruslah dipanjatkan dengan sungguh-sungguh. Karena itu ketiga kata yang Yesus gunakan untuk menggambarkan permohonan doa yaitu, meminta, mencari dan mengetok di dalam bahasa Yunani Ia ungkapkan dalam bentuk kata kerja present imperative. Artinya harus dan bersifat terus menerus. Oleh karena itu Matius 7:7 dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Engkau harus meminta secara terus menerus, maka akan diberikan kepadamu; engkau harus mencari secara terus menerus, maka kamu akan mendapat; engkau harus mengetok secara terus menerus, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Harus dan terus menerus, artinya doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh.
Yang kedua, permohonan itu haruslah tentang hal yang baik dan berguna, sehingga sesuai dengan kehendak hati Tuhan. Itu sebabnya Yesus menggunakan contoh seorang anak yang minta roti dan ikan kepada orang tuanya. Permintaan yang baik dan berguna. Karena Allah sebagai seorang Bapa yang baik tentu tidak akan mengabulkan permohonan yang tidak selaras dengan kehendak-Nya.
Yang ketiga, yaitu relasi yang akrab dengan Tuhan, dalam ini digambarkan sebagai hubungan antara seorang anak dengan ayahnya, sangat menentukan jawaban suatu doa. Seperti yang telah saya kemukakan di awal, relasi antara seorang anak dengan ayahnya membuat ia memiliki hak-hak istimewa yang tak dimiliki oleh orang lain. Ia memiliki hak istimewa yang memungkinkan dirinya untuk dapat menjumpai sang ayah di setiap saat dan mencurahkan hatinya tanpa kendala. Bukan hanya sang ayah bersedia untuk mendengar perkataan anaknya, ia juga bersedia memenuhi permohonan anaknya. Itulah hak istimewa yang kita terima sebagai pengikut Yesus, yaitu kita diterima oleh Allah Bapa sebagai anak-anak-Nya. Sehingga dengan demikian kita memiliki jaminan bahwa doa kita kepada-Nya tidak akan sia-sia. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar